Kami masih menunggu apa yang nantinya jadi keputusan. Sampai adanya ketentuan baru, kami masih merujuk ketentuan yang ada sekarang
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menanggapi pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait test cepat atau “rapid test” COVID-19 yang tidak direkomendasikan sebagai syarat bertransportasi dengan angkutan massal. “Memang kembali lagi kami merujuk pada satu lembaga atau kementerian yang lebih punya wewenang, di situ ada Satgas, dalam Satgas ini ada unsur Kementerian Kesehatan,” kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati dalam diskusi daring yang bertajuk “Panduan Protokol untuk Operasi Bisnis Berkelanjutan: Industri Transportasi Publik” di Jakarta, Kamis.

Untuk itu, lanjut dia, hingga saat ini Kemenhub masih merujuk pada Surat Edaran Gugus Tugas Nomor 9 yang mana masih mewajibkan tes cepat dan tes swab/PCR.

Adita menambahkan pihaknya juga telah mengadakan kajian melalui kerja sama dengan Universitas Indonesia untuk mengevaluasi apakah syarat atau protokol kesehatan dalam bertransportasi sudah efektif.

“Ada beberapa rekomendasi yang kami sampaikan ke Satgas,” katanya.

Saat ini, lanjut dia, pihaknya masih menggunakan tes cepat hasil nonreaktif sebagai syarat sah seseorang bisa menggunakan moda transportasi umum.

“Kami masih menunggu apa yang nantinya jadi keputusan. Sampai adanya ketentuan baru, kami masih merujuk ketentuan yang ada sekarang,” katanya.

Namun, dia menegaskan kepada operator melakukan pengawasan serta pihaknya berfokus ke penegakan hukum apabila ada oknum-oknum yang melanggar.

“Kami masih akan menerapkan itu di semua moda transportasi, yang terpenting bagaimana ‘monitoring’ dan ‘law enforcement’-nya. Otoritas bandara, opeator bandara dan kereta api juga memastikan semua penumpang memenuhi syarat itu agar tidak ada penularan di transportasi umum,” ujarnya.

WHO tidak merekomendasikan tes cepat atau “rapid test” untuk mengetahui seseorang terinfeksi COVID-19 atau tidak sebagai syarat bepergian dengan moda transportasi umum.

Lebih lanjut, WHO tidak pernah merekomendasikan tes cepat berbasis antibodi untuk kepentingan apapun selain penyelidikan epidemologis.

Menurut, National Professional Officer WHO Indonesia Dina Kania hasil tes cepat yang diadakan di sejumlah simpul transportasi, seperti bandara dan stasiun dinilai tidak valid.

“Tidak,” ujarnya.

Dalam pernyataan resminya, WHO tidak merekomendasikan penggunaan tes diagnostik cepat berbasis deteksi antibodi untuk perawatan pasien, tetapi mendorong dilanjutkannya upaya menetapkan kegunaannya dalam pengawasan penyakit dan penelitian epidemiologis.

Dengan keterbatasan data yang tersedia sampai saat ini, WHO saat ini tidak merekomendasikan penggunaan tes diagnostik cepat berbasis deteksi antigen untuk perawatan pasien, tetapi sangat mendukung dilakukannya penelitian lanjutan untuk mengetahui kinerja dan potensi kegunaan diagnostiknya.

Baca juga: Kemenhub tanggapi tarif tes cepat COVID-19 syarat bertransportasi

Baca juga: Kemenhub gelar "rapid test" pada pengemudi angkutan umum


 

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020