Jakarta (ANTARA) - Deputi bidang Sumber Daya Manusia Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Teguh Widjinarko mengatakan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) masih rendah.

Hal itu menyebabkan nilai efektivitas pemerintahan Indonesia (Government Effectiveness) di tahun 2014 berada di bawah negara-negara ASEAN, kata Teguh dalam webinar Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang berlangsung di Jakarta, Rabu.

The Worlwide Governance Indicators Reports (update) menunjukkan bahwa nilai rata-rata indeks efektivitas pemerintahan Indonesia (Government Effectiveness) di tahun 2014 dikategorikan masih rendah dengan nilai indeks -0,01 (peringkat 85) meskipun telah mampu menempatkan Indonesia pada kelompok tengah (percentile rank 54,81).

"Dari sisi global, kita memperoleh kira-kira skornya 54,8, kira-kira kita berada pada negara yang masih di bawah dibandingkan negara-negara ASEAN. Satu aspek yang menjadi kendala bahwa netralitas kita masih sangat rendah," kata Teguh.

Dalam laporan indikator pemerintahan global itu, Indonesia masih di bawah Singapura (peringkat ke-1, skor +2,19), Malaysia (peringkat ke-32, skor +1,14), Thailand (peringkat ke-62, skor +0,34), dan Filipina (peringkat ke-72, skor +0,19).

Sejumlah aspek ditengarai menjadi penyebab efektifitas birokrasi terdistorsi oleh netralitas ASN. Teguh menyebutkan di antaranya yaitu karena ada motif untuk merebut atau mempertahankan jabatan, serta hubungan kekeluargaan dan kekerabatan dengan calon peserta pemilu.

"Ini kemudian yang saya kira penting untuk kita perhatikan," kata Teguh.

Teguh mengatakan netralitas ASN itu memang menjadi sangat penting untuk dilakukan sehingga ke depan, setelah Pilkada serentak 2020 usai, tercipta birokrasi pemerintah yang lebih efektif ke depan.

Namun, kurangnya pemahaman terhadap aturan dan regulasi tentang netralitas ASN masih menjadi kendala. Akibatnya, penindakan hukum terkait pelanggaran netralitas ASN masih sulit dilakukan.

Terkait hal itu, Teguh mengatakan pemerintah melalui Kemenpan-RB terus melakukan upaya-upaya membatasi terjadinya ketidaknetralan ASN dengan membuat sejumlah peraturan perundang-undangan.

"Kita memiliki peraturan Undang-Undang ASN nomor 5 tahun 2014, kemudian Peraturan Pemerintah nomor 42/2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, PP nomor 53/2010 tentang Disiplin PNS, kemudian PP nomor 11/2017 tentang Manajemen PNS yang kemudian sudah diubah melalui PP nomor 17/2020," kata Teguh.

Baca juga: KPK: Netralitas ASN di pilkada penting antisipasi birokrasi korup
Baca juga: Bawaslu Sulsel laporkan 41 dugaan pelanggaran netralitas ASN ke KASN
Baca juga: Bawaslu: persoalan politisasi bansos berkelindan dengan netralitas ASN
​​​​​​​

Teguh mengatakan di dalam UU 5/2014 Pasal 2, Pasal 4, Pasal 5 ayat 2, dan Pasal 9 ayat 2, membuat sejumlah pengaturan tentang netralitas ASN. Kemudian di PP 53/2010 pasal 3 dan pasal 4 juga disebutkan mengenai netralitas ASN.

"Dalam kaitan itu, kami sudah melakukan upaya-upaya pencegahan agar ASN itu tetap netral," kata Teguh.

Pada tahun 2015, Teguh mengatakan, Kemenpan-RB pernah membuat nota kesepahaman dengan Bawaslu, Kementerian Dalam Negeri, KASN, dan BKN untuk menjaga netralitas ASN dan mencegah ketidaknetralan ASN pada saat Pemilu yang berlangsung saat itu.

"Pada 2015, saat itu ada tiga pemilihan kepala daerah (Pilkada)," kata Teguh.

Menjelang Pilkada serentak 2020 nanti, Kemenpan-RB sedang menyusun kembali surat keputusan bersama antara lima instansi itu yang melibatkan Kemendagri, Kemenpan-RB, Bawaslu, KASN, dan BKN.

Inti dari SKB 5 instansi tersebut ialah untuk membangun sinergi dan efektivitas koordinasi dalam melakukan pengawasan netralitas pegawai ASN.

Kedua, memberi kepastian hukum terhadap penanganan pelanggaran asas netralitas pegawai ASN.

Ketiga, menjadi pedoman bagi instansi pemerintah dalam menjaga netralitas pegawai ASN, khususnya dalam penyelenggaraan pilkada serentak 2020.

Ruang lingkup yang dibahas dalam SKB itu adalah upaya dan langkah-langkah pencegahan pelanggaran netralitas pegawai ASN pada tahapan sebelum dan sesudah penetapan calon kepala daerah dalam penyelenggaraan Pilkada serentak 2020.

Kedua, penjatuhan sanksi terhadap berbagai jenis dan tingkatan pelanggaran netralitas pegawai ASN. Ketiga, tata cara penanganan atas dugaan pelanggaran netralitas pegawai ASN dalam penyelenggaraan Pilkada serentak nanti.

Dengan SKB tadi, pengawasan netralitas ASN nanti tidak hanya dapat dilakukan Kemenpan-RB, tapi juga bisa dilakukan oleh Kemendagri, Bawaslu Pusat, Provinsi, Kabupaten/ Kota, KASN, BKN, serta Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dari ASN yang bersangkutan.

Teguh mengatakan nantinya pengawas diberikan kewenangan memberi sanksi-sanksi kepada ASN yang melanggar netralitas dengan SKB tersebut. Bahkan, kepada PPK yang turut tersangkut di dalam kasus netralitas tersebut juga dapat ditindak sehingga gerakan ini dapat mewujudkan efektivitas birokrasi ke depan menjadi lebih baik.

Ia menargetkan SKB itu dapat selesai pada Agustus nanti, sehingga bisa segera dapat terlaksana sebelum pemilihan kepala daerah dilaksanakan.

"Sebenarnya kami awalnya menargetkan selesai Juli, sesuai dengan Stranas PK kemarin, tapi tampaknya harus kami undurkan dalam situasi yang agak sulit ini. Kami akan coba selesaikan pada bulan Agustus ini, sehingga nanti ketika Pilkada serentak 2020, semua itu sudah selesai disosialisasikan ke seluruh instansi pemerintah di daerah," kata Teguh.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020