Sampai saat ini belum ada tanda-tanda penurunan jumlah orang yang positif terkena virus corona....
Jakarta (ANTARA) - Ketua Tim Pengawas COVID-19 DPR RI A. Muhaimin Iskandar mengingatkan dalam pengelolaan anggaran secara umum dan anggaran penanganan COVID-19 yang mencapai Rp692,5 triliun tidak boleh melanggar hukum dan ketentuan yang berlaku.

"Pemerintah daerah juga harus tetap mengedepankan akuntabilitas dan transparansi dalam mengelola anggaran COVID-19," kata Muhaimin dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, anggaran penanganan COVID-19 itu harus diperuntukkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Baca juga: Tanpa izin Gugus Tugas, sekolah tatap muka di Mataram tak dibuka

"Program jaring pengaman sosial harus menyentuh semua masyarakat terdampak. Tingginya potensi pengangguran yang mencapai jutaan orang harus dicarikan solusi melalui berbagai kebijakan yang dapat mengurangi PHK dan membuka lapangan kerja melalui program padat karya atau lainnya," kata Muhaimin.

Pria yang biasa disapa Cak Imin ini menuturkan bahwa pemerintah telah menetapkan anggaran belanja negara sebesar Rp2.739,2 triliun pada tahun 2020 sebagaimana tertuang alam Peraturan Presiden (Perpres) Bomor 72 Tahun 2020.

Selain itu, ada tambahan belanja untuk penanganan COVID-19 sebesar Rp695,2 triliun. Anggaran itu untuk penanganan kesehatan sebesar Rp87,55 triliun; perlindungan sosial sebesar Rp203,90 triliun; pembiayaan korporasi sebesar Rp53,57 triliun; insentif dunia usaha sebesar Rp123,46 triliun; dan UMKM Rp123,46 triliun.

Sektor kementrian/lembaga dan pendapatan sebesar Rp106,11 triliun. Jadi, total belanja mencapai Rp2.739 triliun sampai akhir tahun 2020.

Menurut dia, di tengah kondisi yang sulit seperti saat ini, semua anggaran tersebut harus dibelanjakan untuk penanggulangan COVID-19 dan pemulihan ekonomi.

Baca juga: Gugus Tugas COVID usulkan proses pengadaan barang dan jasa diperpendek

Namun, lanjut dia, berdasarkan laporan pemerintah, dari total anggaran penanganan COVID-19 sebesar Rp 695,2 triliun, yang terserap atau terealisasi baru 19 persen atau Rp136 triliun.

Oleh karena itu, kata dia, ada beberapa langkah yang harus dilakukan pemerintah, yakni pertama, program penanganan dan pemulihan kesehatan harus diprioritaskan guna menurunkan angka orang yang terpapar COVID-19, serta menghindari munculnya klaster baru.

"Apalagi, sampai saat ini belum ada tanda-tanda penurunan jumlah orang yang positif terkena virus corona yang telah mencapai lebih dari 106.000 orang," kata Ketua Umum PKB ini.

Akselerasi program Pemulihan Ekonomi Nasional harus diarahkan pada ketahanan dan kedaulatan pangan, penguatan pertanian, serta pendampingan industri kreatif dan UMKM.

Baca juga: Akademisi: Sosialisasi protokol kesehatan harus terus diintensifkan

Pemerintah juga harus melakukan konsolidasi data karena penanganan COVID-19 membutuhkan kelengkapan data supaya pogram Penanganan COVID-19 dapat tepat sasaran dan tepat pembalanjaan.

"Terutama pada program jaring pengaman sosial, insentif perpajakan, KUR, dan program pemulihan ekonomi nasional secara umum. Perbedaan jumlah/data penerima bantuan di masing-masing kementerian/lembaga, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota harus segera disinkronkan," jelasnya.

Selain itu, harus dibuatkan mekanisme penyerapan anggaran yang flesibel dan menghindari kerumitan birokratis.

"Perlu ada inovasi, membuat terobosan cara-cara baru yang bertumpu pada hasil sehingga mempercepat penyerapan anggaran. Harus optimalisasi teknologi informasi serta digitalisasi layanan," ujar Cak Imin.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020