Padahal prosedurnya harus diperpendek dalam suasana krisis ini. Dengan begitu bisa menghidupkan belanja K/L lebih tinggi
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Achmad Djamaludin mengusulkan sistem penganggaran pengadaan barang dan jasa di kementerian dan lembaga (K/L) yang selama ini prosedural, mesti dibuat lebih singkat dan mudah untuk mendorong belanja pemerintah di masa pandemi.

"Karena prosedural, kadang-kadang mereka takut mau eksekusi, takut nanti dianggap kerugian negara atau diperiksa BPK. Padahal prosedurnya harus diperpendek dalam suasana krisis ini. Dengan begitu bisa menghidupkan belanja K/L lebih tinggi," ujar Djamaludin dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) itu mencontohkan misalnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang mengusulkan barang dan jasa terkait COVID-19. Usulan itu pasti akan dibawa dulu ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), lalu dibawa lagi ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan di kementerian itu ditelaah lagi dan dibawa ke BNPB, baru ke Kemenkes, dan terakhir ke bagian pengadaan barang. Jadi prosesnya begitu panjang.

Baca juga: KPK terbitkan surat edaran penggunaan anggaran penanganan COVID-19

"Usulan saya untuk penanganan ekonomi itu, pertama soal UMKM, harus banyak insentif ke sektor ini dan produknya juga harus dibeli oleh pemerintah, agar keberlangsungan UMKM terjaga. Kemudian soal pengadaaan barang dan jasa tadi. Saya sudah punya konsep kalau menghadap Presiden, terutama untuk pengadaan barang dan jasa prosedurnya, usulan saya, harus diperpendek," ujar Djamaluddin.

Terkait UMKM, lanjutnya, beberapa kementerian juga harus menyerap produk yang dihasilkan UMKM tersebut, terutama memang produk-produk kesehatan yang dihasilkan mereka. Ia sendiri sudah menyarankan pihak Kemenkes agar memasukkan anggaran dalam belanja Kemenkes untuk membeli produk hasil UMKM.

"Saya sudah diskusi dengan mereka. Dan pihak Kemenkes juga merespons positif. Jadi produksi alat kesehatan, seperti APD-APD, bisa diambil dan dibeli pemerintah, sehingga UMKM jalan. Berapa juta pegawai yang kerja, jadi ekonomi tetap jalan. Jadi konsepnya, jalan bareng antara mengatasi COVID dan meningkatkan perekonomian," kata Djamaludin.

Baca juga: Pemerintah luncurkan gerakan nasional belanja pengadaan untuk UMKM

Kemudian terkait bantuan sosial (bansos), dia juga menyarankan, mestinya diganti skemanya dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Menurutnya, dengan uang tunai, maka akan belanja masyarakat akan lebih kuat dan berdampak positif ke perekonomian yang akan terus bergeliat.

Selanjutnya ia juga menyarakankan terkait pengembangan produk jamu atau obat herbal. Sektor ini bisa kembali diangkat, apalagi Indonesia kaya dengan herbal.

"Cuma memang selama ini uji klinisnya panjang untuk jamu atau herbal ini dan dengan biaya sendiri. Mestinya tidak usahlah, percepat saja prosesnya. Karena itu hanya sebagai suplemen saja," ujar Djamaludin.

Ia menambahkan dalam proses percepatan penanganan COVID-19 ada dua sisi, sisi penanganan COVID-19 itu sendiri dan sisi ekonomi. Sisi penanganan COVID-19 pasti yang paling utama namun perekonomian juga harus tetap dijalankan, meski dengan protokol kesehatan yang ketat.

"Karena bagi pemerintah, orang terbebas COVID-19, tapi tidak bisa kerja, ya lama-lama jadi mati juga istilahnya. Makanya ekonomi harus terus bergerak, tapi ya penanganan dari sisi ekonomi memang tidak mudah," ujarnya.

Baca juga: Pemerintah tinjau kemungkinan perpanjang bansos COVID-19 hingga 2021

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020