Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengaku banyak mendapat pertanyaan terkait nasib Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pembinaan Pancasila (BPIP), saat pertemuan secara virtual dengan warga dan tokoh masyarakat, di Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Minggu (20/7).

"Sejak awal Fraksi PKS sudah mempertanyakan mengapa TAP MPRS XXV/1966 tidak dimasukkan ke dalam RUU HIP padahal dibanding TAP-TAP yang lain, TAP MPRS XXV/1966 lebih diperlukan untuk membentengi agar ideologi Pancasila tidak dikudeta lagi oleh komunisme," kata Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Pertanyaan tersebut disampaikan karena masyarakat menilai banyak memuat ketentuan yang kontroversial, sehingga menjadi perhatian rakyat banyak. Selain itu seperti sikap partai Islam di parlemen terkait tidak masuknya TAP MPRS XXV/1966 yang melarang Partai Komunis Indonesia (PKI) ke dalam pertimbangan RUU HIP dan adanya wacana mengubah RUU HIP menjadi RUU BPIP.

Menurut Hidayat, agar sesuai dengan Pancasila yang final disahkan pada 18 Agustus 1945, maka TriSila dan Ekasila harus dihapus dari RUU HIP.

"Namun mayoritas fraksi tidak mengindahkan kritik dan saran FPKS tersebut sehingga wajar bila FPKS secara formal memutuskan untuk tidak ikut menandatangani pengusulan RUU HIP ke rapat paripurna DPR," ujarnya.

Sebenarnya menurut Hidayat, bukan hanya PKS yang menolak RUU HIP, ada juga Partai Demokrat yang menolak RUU yang diusulkan PDI Perjuangan tersebut. Sementara itu menurut dia, PPP dan PAN juga mengusulkan agar TAP MPRS itu dimasukkan ke dalam RUU HIP.

"Namun dalam dokumen resmi di DPR, yang menolak tanda tangan pengusulan RUU HIP ke rapat paripurna DPR faktanya memang hanya FPKS dan Fraksi Partai Demokrat," katanya.

Politisi PKS itu mengatakan pasca demonstrasi besar-besaran Aliansi Nasional Anti Komunis (ANAK) NKRI di depan gedung DPR RI, posisi politik saat ini adalah seluruh fraksi di DPR RI setuju agar mengakomodasi memasukkan TAP MPRS XXV/1966 ke dalam konsideran "Mengingat" dalam RUU HIP dan untuk menghapus Trisila dan Ekasila dari RUU tersebut.

Menurut dia, penolakan terhadap RUU HIP bukan hanya menjadi isu dari partai Islam tetapi juga fokus dari partai nasionalis, bukan hanya dari ormas-ormas Islam tapi juga Kristiani, Hindu, Budha bahkan ormas non keagamaan.

"Seperti Pemuda Pancasila dan Legiun Veteran RI. Jadi, penolakan terhadap RUU HIP, bukan isu kebangkitan kanan, tapi kebangkitan nasional," ujarnya.

Baca juga: Anggota Baleg DPR protes RUU Pembinaan HIP masuk Prioritas 2020

Baca juga: Sekretaris FPPP DPR: Pengajuan RUU BPIP hak pemerintah

Baca juga: KH Ridwan Muhammad Yusuf: Waspadai penebar kebencian

Baca juga: Anggota DPR: RUU HIP-BPIP berbeda secara substansi


Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020