Jakarta (ANTARA) - Lembaga penelitian dan pendidikan Ragam Institute meminta pemerintah untuk tidak membubarkan Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia) di tengah jumlah lansia yang semakin meningkat dengan permasalahan yang juga semakin kompleks.

"Data WHO menyebutkan di 2050 jumlah lansia di Indonesia akan mencapai 80 juta atau 25 persen dari total penduduk sehingga memungkinkan persoalan lanjut usia akan semakin kompleks," kata Ketua Ragam Institute Yossa Nainggolan melalui sambungan telepon dengan ANTARA di Jakarta, Jumat (17/7).

Ia mengatakan untuk dapat membantu penyelesaian permasalahan lansia yang semakin kompleks dibutuhkan penanganan yang lebih serius.

Untuk itu ia mengatakan perlunya pengawasan terhadap program-program dan kebijakan pemenuhan dan perlindungan hak-hak lansia di berbagai lembaga, baik pusat maupun daerah serta pentingnya koordinasi dengan Komisi Lanjut Usia di daerah yang saat ini sudah ada.

Oleh karena itu, ia mengatakan rencana pembubaran Komnas Lansia oleh pemerintah karena dianggap tidak efektif dikhawatirkan dapat menghambat penanganan lansia di tengah kemungkinan Indonesia menghadapi aging population atau penuaan penduduk.

Untuk itu, Ragam Institute merasa keberatan dan meminta pemerintah untuk tidak melaksanakan rencana tersebut.

Sebaliknya, mereka mendorong pemerintah untuk memberikan dukungan lebih besar kepada komnas tersebut karena selama ini tidak banyak mendapatkan dukungan.

"Jadi kalau misalnya selama ini dianggap tidak efektif karena memang tidak ada dukungan dari pemerintah, terutama dukungan anggaran," katanya.

Oleh karena itu, dukungan dari pemerintah sangat diharapkan agar komnas tersebut dapat kembali menjalankan tugasnya dalam membantu mengatasi berbagai permasalahan terkait lansia.

Untuk itu juga, Yossa mengatakan lembaganya siap berdialog dan melakukan kajian mendalam dan komprehensif dengan fokus terhadap tantangan Komnas Lansia dan peran pentingnya ke depan.

Selain itu, Yossa mengatakan saat ini sudah disusun RUU Kesejateraan Lansia pengganti UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia yang saat ini masih berlaku.

RUU tersebut disusun dengan terlebih dahulu melalui kajian akademis dan dikoordinasikan oleh DPD RI pada 2019. RUU itu menggunakan pendekatan hak asasi manusia (HAM) dan memuat klausul tentang pentingnya pembentukan Komisi Nasional Lanjut Usia.

Ia berharap klausul tersebut dapat lebih menguatkan kewenangan dan mandat Komnas Lanjut Usia yang saat ini hanya diatur melalui Keputusan Presiden (Kepres), tepatnya melalui Kepres No. 50 Tahun 2004.

Sementara itu, selain dorongan dan harapan tersebut, Yossa juga menyarankan kepada pemerintah untuk berdialog dengan masyarakat sipil terkait tantangan dan efektifitas peran Komnas Lanjut Usia ke depan.

Lembaganya juga berharap agar pemerintah memasukkan RUU Kesejahteraan Lanjut Usia sebagai Prolegnas.

"Karena RUU tersebut memuat kewenangan dan mandat Komnas Lanjut Usia yang lebih besar dengan mengadopsi Prinsip Prinsip Paris, yakni sebagai lembaga yang seharusnya independen dan mandiri," demikian kata Yossa.

Sementara itu, sebelumnya Presiden Joko Widodo menyampaikan rencananya untuk membubarkan 18 lembaga negara dalam waktu dekat. Pembubaran itu direncanakan dengan maksud agar kinerja pemerintahannya bisa menjadi lebih efisien.

Pewarta: Katriana
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020