Jakarta (ANTARA) - Ketua Mahkamah Konstitusi keempat periode 2013-2015 Dr Hamdan Zoelva SH MH mengatakan Pancasila adalah jalan tengah dari semua ideologi yang berbeda dan menyatukan perbedaan yang ada.

"Jadi Pancasila itu mengambil jalan tengah dari semuanya itu. Ide-ide sosialisme ada dalam Pancasila, ide-ide kemanusiaan yang hak asasi yang liberal ada dalam Pancasila. Tapi ide sosialisme yang materialisme anti Tuhan, itu tidak boleh. Karena dia dibatasi oleh sila pertama,Ketuhanan Yang Maha Esa," tutur Hamdan Zoelva di Jakarta, Jumat.

Hamdan mengatakan prinsip penting dalam meningkatkan segala perbedaan-perbedaan paham itu, maka kita keluarga besar bangsa Indonesia harus duduk bersama, membicarakan masalah bersama seperti sebuah keluarga dalam satu rumah.

"Jadi itilah hakekat Pancasila sebenarnya. Kita berada dalam satu rumah dengan nilai-nilai dasar yang sama, ada perbedaan, tapi kita menyepakati hal-hal yang umum. Ini sebagai muara untuk menyelesaikan segala perbedaan itu," ujar pria yang juga Ketua Umum Laznah Tanfidziyah Sarekat Islam itu.

Baca juga: Soekarno tetapkan Harlah Pancasila 1 Juni, bantah pidato pentolan PKI

Terkait ide Khilafah dan Negara Islam, Hamdan menyampaikan bahwa pembahasan mengenai hal tersebut sebenarnya sudah final dari dulu perdebatan mengenai hal ini. Karena dalam negara yang berdasarkan Pancasila tidak ada sedikitpun hambatan untuk melaksanakan ajaran dan syariat Islam.

"Perundang-undangan kita sangat diwarnai oleh ajaran dan syariat Islam. Tidak sedikit pun pembatasan untuk menegakkan ajaran Islam di negara Pancasila ini. Karena ada ruang kebebasan untuk kita berdialog dan bermusyawarah untuk memasukkan itu dalam perundang-undangan. Jadi negara kita ini adalah negara yang mengakomodir ajaran-ajaran yang sepanjang itu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa," ucapnya.

Hamdan mencontohkan negara Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW, nilai-nilai kebersamaan itulah yang diutamakan, tidak saling bermusuhan. Karena itu di Madinah, ada agama Yahudi, Majusi dan sebagainya itu ada kebebasan yang sangat luar biasa. Jadi inilah yang dimuat dalam nilai-nilai Pancasila.

"Jadi kalau kita lihat perspektif sejarah Islam seperti di negara Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad itu sama saja dengan Indonesia ini. Piagam Madinah itu ya seperti halnya Pancasila. Ini adalah kesepakatan dari semua kelompok yang sudah kita terima bersama yang arahnya ini kita ingin membangun Indonesia dalam suasana aman dan damai, dimana semua perbedaan-perbedaan ini kita satukan, dan kita berkompromi dalam dasar-dasar falsafah ideologi negara Pancasila ini,” terang anggota kelompok ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bidang hukum itu.

Mantan Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu mengatakan bahwa inti dari Pancasila adalah pengakuan terhadap pluralisme, perbedaan bangsa yang majemuk yang terjadi di berbagai keyakinan agama, etnik, suku dimana kita bisa bersatu dalam falsafah yang sudah disepakati bersama yang dalam istilah-istilah Islam itu dikatakan kalau misalnya di Muhammadiyah diistilah dengan Dahrul Adhi atau Negeri Kesepakatan.

"Jadi kalau saya katakan Negeri ini adalah negeri yang dibangun atas dasar kebersamaan dengan segala perbedaan yang ada, Karena kita harus mengakui ada orang lain yang memiliki keyakinan yang berbeda di Indonesia ini. Di dalam Pancasila pengakuan terhadap Bhinneka Tunggal Ika itu ada disana," ujar mantan Hakim Konstitusi itu.

Baca juga: Puan: pemimpin bangsa harus pegang teguh nilai Pancasila

Baca juga: Pimpinan MPR-Menhan bahas PPHN dan RUU HIP

Baca juga: Dede Yusuf: Waspadai ideologi asing yang memanfaatkan situasi COVID-19

Baca juga: Bamsoet ajak generasi muda Indonesia serap nilai-nilai Pancasila


 

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020