London (ANTARA) - Perdana Menteri Inggris Boris Johnson sedang bersiap untuk mengumumkan undang-undang yang tegas  untuk mencegah pengambilalihan asing yang berisiko terhadap keamanan nasional.

Undang-undang itu dibuat di tengah peningkatan kekhawatiran tentang pengaruh China, seperti dilaporkan surat kabar The Times, Senin.

Perdana Menteri Inggris dikabarkan mendesak penerbitan undang-undang untuk mewajibkan perusahaan melaporkan upaya pengambilalihan yang dapat menimbulkan risiko keamanan. Undang-undang itu juga disertai ancaman sanksi pidana.

Perusahaan yang gagal melaporkan pengambilalihan atau mengabaikan persyaratan yang diberlakukan oleh pemerintah Inggris untuk pengambilalihan bisa membuat direksi mereka dipenjara, didiskualifikasi atau didenda, kata surat kabar The Times.

Baca juga: China Miliki Saham AS 9,6 Miliar Dolar
Baca juga: Pemerintah Awasi Penguasaan Saham TV Swasta


Menurut Times, undang-undang -- yang didorong oleh penasihat perdana menteri Dominic Cummings -- dikabarkan mendapat dukungan dari menteri keuangan Rishi Sunak dan akan mewajibkan perusahaan-perusahaan Inggris untuk melapor saat suatu perusahaan asing mencoba membeli lebih dari 25 persen saham serta membeli aset atau kekayaan intelektual.

Perdana Menteri Boris Johnson juga ingin kemitraan akademik dan proyek-proyek penelitian dimasukkan dalam aturan undang-undang tersebut.

Undang-undang itu, yang menurut The Times akan diajukan dalam beberapa pekan mendatang, muncul pada saat adanya ketegangan yang meningkat antara Inggris dan China.

Inggris pada Januari menuding Huawei sebagai "vendor berisiko tinggi" dan menyatakan keprihatinan atas penanganan situasi di Hong Kong oleh pemerintah China.

Johnson juga mendapat tekanan dari Amerika Serikat dan anggota parlemen dari partainya sendiri, yang berpendapat bahwa peralatan Huawei dapat digunakan oleh Beijing untuk memata-matai. Pendapat itu berulang kali dibantah oleh pihak Huawei -- perusahaan raksasa telekomunikasi China.

Sumber: Reuters

Baca juga: Thomas Cook runtuh: mengapa dan apa selanjutnya?
Baca juga: Perusahaan China batal beli saham Southampton

Penerjemah: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020