Selama kurang lebih satu tahun sebelum saya menjadi peserta JKN-KIS, saya berobat dengan biaya pribadi
Jakarta (ANTARA) - Peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) asal Lumajang, Jatim, Sipon mengaku mendapatkan manfaat besar program tersebut ketika harus menjalani hemodialisa (HD) atau cuci darah untuk terapi penyakit gagal ginjal.

“Tiga tahun saya menjalani HD yang dijamin oleh BPJS Kesehatan melalui program JKN-KIS. Entah apa yang terjadi, mungkin kami yang di sini sudah tutup usia sejak kami tak sanggup membiayai sendiri untuk pengobatan penyakit gagal ginjal,” kata Sipon dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Peserta JKN tak masalah iuran naik karena dapat manfaat besar

Pria 55 tahun asli kelahiran Lumajang Jawa Timur menjalani cuci darah di Hemodialisa Room salah satu RS Kabupaten Lumajang.

Di ruang Hemodialisa Room tersebut Sipon membagikan cerita dan perjuangannya melawan penyakit gagal ginjal yang dideritanya kurang lebih empat tahun silam.

“Selama kurang lebih satu tahun sebelum saya menjadi peserta JKN-KIS, saya berobat dengan biaya pribadi. Awal-awal saya rutin HD satu minggu tiga kali, biaya yang dikeluarkan tiap kali HD bisa Rp800 ribu hingga Rp1 juta lebih sekali pengobatan. Bahkan sampai jual sawah di kampung agar saya tetap bisa berobat,” kata bapak satu anak ini.

Baca juga: Cegah COVID-19, protokol tetap dijalankan BPJS Kesehatan hingga daerah

Sipon yang saat itu bekerja wiraswasta hampir putus asa ketika sudah tidak ada lagi harta yang dijual untuk biaya berobat rutin cuci darah. Namun ketika ada saudaranya yang menjenguk, menyarankan untuk segera mendaftar menjadi peserta JKN-KIS.

Beberapa hari kemudian Sipon bersama istrinya pergi ke Kantor BPJS Kesehatan terdekat untuk mendaftar menjadi peserta JKN-KIS pada segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau biasa dikenal peserta mandiri di kelas I.

Baca juga: JKN-KIS jamin operasi kepala berbiaya mahal petani di Lampung

“Saat daftar itu pelayanan yang diberikan baik sekali, kami diberikan informasi dengan sangat jelas dan bahkan di sini saya tersadar ketika petugas memberikan informasi bahwa premi yang dibayarkan ini berdasarkan gotong-royong. Wah, malu saya mbak. kenapa tidak saat sebelum sakit saja saya mendaftar? Berarti nanti saya berobat selain dari iuran saya dan keluarga, saya dibantu oleh iuran peserta lainnya,” kata Sipon sambil terbaring di ranjang HD.

Diakuinya, perbaikan pelayanan dan juga peningkatan pelayanan baik dari pihak BPJS Kesehatan maupun Fasilitas Kesehatan mitra BPJS Kesehatan sangat dirasakan selama empat tahun mendapatkan pelayanan HD.

Baca juga: UNS ikut terlibat dalam optimalisasi JKN-KIS

Apalagi dengan adanya sistem pemangkasan atau simplifikasi pelayanan HD yang hanya cukup dengan pendaftaran finger print di loket pendaftaran tanpa memperbarui rujukan tiga bulan sekali dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

“Makin memudahkan pasien, apalagi kalau jarak rumah jauh ya. Kalau begini, HD sudah terjadwal tinggal datang aja ke RS terus sidik jari sudah, tidak perlu ada rujukan berulang. Pelayanan baik, manfaat yang didapatkan jauh dibandingkan dengan iuran yang kita bayarkan. Semoga Program JKN terus ada dan memberikan pelayanan terbaiknya,” kata Sipon.

Baca juga: Kemenkeu: Iuran JKN peserta mandiri kelas III sebenarnya tidak naik
 

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020