Sekarang kami punya aturan khusus tentang jarak antarsiswa dan guru serta berusaha mengatur mekanisme pengawasan kondisi kesehatan mereka dan sistem pelacakan
Jakarta (ANTARA) - Sekitar 40 persen pelajar di China sudah kembali bersekolah sejak otoritas pendidikan setempat mengumumkan dimulainya lagi kegiatan belajar dan mengajar di dalam kelas, sedangkan para lulusan dibantu mendapatkan pekerjaan yang sesuai.

Sekitar 108 juta pelajar sudah kembali ke kelas, sebanyak 2,9 juta di antaranya mahasiswa, demikian data Kementerian Pendidikan China (MoE) yang beredar di sejumlah media resmi setempat, Kamis.

Bahkan beberapa kampus di 26 provinsi dan daerah otonomi telah memulai kegiatan belajar dan mengajar di dalam kelas.

Hanya lima provinsi atau kota setingkat provinsi, yakni Beijing, Hebei, Shandong, Hubei, dan Heilongjiang yang masih tutup.

Direktur Olahraga, Kesehatan, dan Seni MoE Wang Dengfeng kepada pers mengatakan bahwa semua SMA yang dibuka telah menerima kembali 21,6 juta siswa.

Baca juga: China jadi negara teratas yang mengirim pelajar ke Amerika Serikat
Baca juga: China janji berantas korupsi di bidang pendidikan, kesehatan


Sekitar 3,27 juta siswa SMK di 24 provinsi dan daerah otonomi juga telah kembali ke bersekolah.

"Sekitar 31,5 juta siswa SMP di 29 provinsi dan daerah otonomi telah kembali ke kelas, di samping 43,84 juta murid SD. Demikian halnya pendidikan usia dini, sekitar 4,68 juta anak di delapan provinsi dan daerah otonomi telah kembali ke kelas. Jadi, secara keseluruhan jumlah yang kembali ke sekolah hampir 108 juta pelajar," ujarnya memerinci.

Pihaknya akan terus meningkatkan kontrol dan pencegahan pandemi COVID-19 untuk memastikan kesehatan para siswa.

"Kami akan mengklasifikasi setiap orang seakurat mungkin. Contohnya, mereka yang baru pulang dari luar negeri, yang baru keluar dari rumah sakit, orang tanpa gejala, dan mereka yang tinggal di daerah berisiko tinggi harus benar-benar sehat sebelum kembali ke sekolah," kata Wang.

Menurut dia, beberapa sekolah dan kampus memberlakukan pencegahan yang sangat ketat.

"Sekarang kami punya aturan khusus tentang jarak antarsiswa dan guru serta berusaha mengatur mekanisme pengawasan kondisi kesehatan mereka dan sistem pelacakan," katanya menambahkan.

Selain pembukaan sekolah, MoE juga berupaya membantu para lulusan, terutama yang tinggal di daerah miskin, mendapatkan pekerjaan sejak bursa kerja ditiadakan saat wabah penyakit mematikan itu berjangkit.

MoE menyebutkan 132.900 lulusan perguruan tinggi dari 52 kabupaten belum terentaskan dari jurang kemiskinan. Sekitar 45.500 lulusan di antaranya mengalami kesulitan ekonomi.

"Mempekerjakan mereka menjadi prioritas utama kami. Lebih banyak bantuan dan kebijakan khusus yang akan diberikan kepada mereka," kata Direktur Kemahasiswaan MoE Wang Hui.

Untuk meringankan beban lulusan dalam mencari pekerjaan, lanjut dia, MoE akan menambah kuota pendaftaran pascasarjana hingga 189.000 bangku pada tahun ini.

Selain itu, 322.000 kuota mahasiswa baru akan disediakan untuk lulusan SMK yang berkeinginan kuliah di bidang pencegahan penyakit, manajemen kegawatdaruratan, perawat untuk orang lanjut usia, dan e-dagang.

Sebelumnya, Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Beijing Yaya Sutarya mengingatkan para pelajar yang masih berada di Indonesia untuk tidak kembali ke China terlebih dulu sebelum ada pemberitahuan dari pihak kampus.

"Pelanggaran atas kebijakan tersebut bisa berakibat dicabutnya lisensi belajar di China. Makanya, ikuti saja dulu program kuliah daring yang telah ditetapkan," ujarnya 

Baca juga: 10 mahasiswa Indonesia pelajari TIK di Beijing dan Shenzhen
Baca juga: 374 guru Indonesia ikuti pelatihan di China

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020