daya lenting masyarakat memang hal sangat penting dan di level mikro atau keluarga menjadi lebih penting.
Jakarta (ANTARA) - Bantuan pengaman sosial cakupannya penting diberikan lebih besar terutama untuk menjaga daya lenting masyarakat yang menghadapi COVID-19 sekaligus kemungkinan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

"Untuk meningkatkan daya lenting ekonomi, bantuan pengaman sosial cakupannya harus lebih besar karena di masa normal saja 70 persen penduduk kita miskin kronis, nyaris miskin dan rentan miskin secara ekonomi. Belum lagi dimasa COVID-19 dan Karhutla," kata Ekonom WRI Indonesia Sonny Mumbunan dalam webminar Antisipasi Dampak Kebakaran Hutan, Kabut Asap dan COVID-19 di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, dalam pengertian demikian maka skema yang perlu dirancang mungkin penghasilan dasar yang lebih menyeluruh. Semakin tanpa syarat maka akan semakin baik, dan nilainya perlu lebih signifikan.

Untuk daya lenting dinamis, ia mengatakan perlu dipikirkan skema-skema yang memudahkan masyarakat untuk menimbulkan permintaan, sehingga perlu fokus di kelompok tertentu yang produktif. Skema tersebut perlu disandingkan dengan data dan pemetaan kabupaten, kota, bahkan desa yang rentan terkena Karhutla.

"Di BRG (Badan Restorasi Gambut) ada peat fire danger rating system, di KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) ada forest risk system. Ini bisa jadi modal kita untuk merespons double symmetric shock," kata dia.

Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG Myrna A Safitri mengatakan daya lenting masyarakat memang hal sangat penting dan di level mikro atau keluarga menjadi lebih penting. BRG bekerja di ranah desa sebagai sentrum dari upaya restorasi gambut selama ini, dan mengupayakan semua elemen masyarakat di area terdampak langsung dapat bahu membahu menghadapi karhutla.

"Tujuan satu ini harus dilihat sebagai kepentingan bersama karena ini bukan proyek lingkungan tapi ini berkaitan dengan hajat hidup bersama. Kami tempatkan daya lenting tadi di 394 desa yang kami dampingi selama tiga tahun terakhir," ujar dia.

Yang dilakukan, katanya, adalah pemetaan, pemberdayaan ekonomi, dan kegiatan yang mendorong pertanian skala lokal yang dilaksanakan tidak dengan cara membakar, tetapi dilakukan secara alami dan berkelanjutan.

"Tentu ini tidak bisa menjawab seluruh persoalan yang ada karena kita bicara KHG (Kesatuan Hidrologi Gambut) dan sebagian besar ada di wilayah konsesi. Sementara tugas BRG hanya sampai pada edukasi saja di wilayah konsesi, kami hanya mendampingi dan asistensi teknis untuk melakukan restorasi sehingga sebagaimana diamantkan dalam perundangannya," ujar Myrna.

Namun demikian, ia mengatakan, sejumlah langkah konkret yang BRG lakukan dimasa pandemi COVID-19 terlah dilakukan bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mendorong relawan desa dan fasilitator desa untuk terus menyosialisasikan Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB), mendorong pemberdayaan pekarangan, mendorong masyarakat menjaga ketahanan masyarakat desa termasuk mendorong masyarakatnya memproduksi masker kain sendiri untuk antisipasi penyebaran virus di pedesaan.

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020