Jakarta (ANTARA) - Krisis lingkungan hidup adalah salah satu bentuk krisis moral karena pandangan manusia terhadap alam sebagai objek yang dimanfaatkan, kata Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup & Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (LPLH-SDA MUI) Dr Hayu Prabowo.

"Krisis moral karena manusia memandang alam sebagai objek untuk dimanfaatkan bukan sebagai objek untuk dipelihara," kata Hayu dalam diskusi yang diadakan Badan Restorasi Gambut (BRG) via konferensi video di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, aktivitas manusia yang mengejar keuntungan ekonomi dan mengabaikan kepentingan lingkungan hidup pada akhirnya berdampak langsung pada manusia itu sendiri.

Baca juga: Peneliti: Peran agama penting untuk usaha konservasi lingkungan

Baca juga: BRG dorong pendekatan agama bantu restorasi lahan gambut


Dia mengajak masyarakat untuk bercermin dengan kejadian alam dalam beberapa tahun terakhir yang diwarnai dengan kekeringan sampai banjir besar di beberapa daerah yang terjadi awal tahun ini.

Karena sudah menjadi krisis moral, katanya, perlu pendekatan moral keagamaan. Membuat agama menjadi sangat relevan dalam usaha menjaga kelestarian lingkungan.

"Agama juga kita pandang bukan ibadah ritual semata, melainkan menjadi sarana sekaligus kekuatan untuk membangun dan menanamkan nilai-nilai kebaikan dan pembaharuan kehidupan umat," katanya.

MUI sudah mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 39 Tahun 2016 yang menyatakan haram hukumnya melakukan aksi pembakaran hutan dan lahan.

Baca juga: BRG berdayakan masyarakat desa gambut antisipasi karhutla Sumsel

Baca juga: BRG fasilitasi restorasi 656.884 ha gambut di Sumsel


BRG, sebagai lembaga negara yang dibentuk untuk membantu upaya restorasi gambut setelah kebakaran hutan dan lahan masif pada 2015, menyadari betul pentingnya peran agama dalam upaya pelestarian lahan gambut.

Kepala Kelompok Kerja Edukasi dan Sosialisasi BRG Suwignya Utama menegaskan lembaga itu sudah melakukan pendekatan dengan membuat program Da'i Peduli Gambut dan Gereja Peduli Gambut sejak 2018 untuk membantu menyampaikan pesan pelestarian.

Kedua program itu sudah melibatkan 257 da'i dan 104 orang pendeta untuk membantu edukasi di desa-desa peduli gambut yang tersebar di seluruh Indonesia.

"Di dalam pendekatan sosial tersebut, ada pendekatan keagamaan. Bagaimana restorasi gambut yang perlu melibatkan banyak orang dan di dalamnya melibatkan stakeholder. Oleh karena itu, di situ ada pendekatan moral keagamaan," kata Suwignya dalam diskusi tersebut.

Baca juga: 120.000 ha gambut jadi PR restorasi BRG di 2020

"Kami juga menggandeng MUI dan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) untuk tidak hanya melakukan edukasi lewat kegiatan agama, tapi juga pengaplikasikan langsung di lapangan agar masyarakat melihat dampak dan manfaatnya," tuturnya.

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020