Sejauh ini, program untuk pemberdayaan perempuan dilakukan tanpa peta jalan yang terukur
Jakarta (ANTARA) - Pengamat sektor kelautan dan perikanan Abdul Halim menyatakan bahwa pemerintah perlu membuat peta jalan yang tepat dalam rangka memberdayakan perempuan nelayan di berbagai daerah di Tanah Air.

"Sejauh ini, program untuk pemberdayaan perempuan dilakukan tanpa peta jalan yang terukur," katanya ketika dihubungi di Jakarta, Senin.

Baca juga: Menteri Edhy bakal prioritaskan bantuan bagi nelayan perempuan

Abdul Halim mengingatkan bahwa di dalam UU 7/2016, pemerintah berkewajiban untuk memberdayakan kaum perempuan di dalam rumah tangga nelayan, pembudi daya ikan, dan petambak garam.

Selama ini, menurut dia, capaian yang dilaporkan sebatas berapa jumlah perempuan di sektor perikanan yang memperoleh pelatihan.

"Namun, tidak pernah secara serius digarap hingga menjadi entrepreneurship yang bisa dicontoh oleh kaum perempuan di wilayah-wilayah tertentu," katanya.

Ia mengingatkan bahwa telah banyak produk yang sudah dihasilkan oleh kaum perempuan, tinggal bagaimana pemerintah memfasilitasi pemasarannya.

Abdul Halim mengemukakan, hal itu bisa dilaksanakan antara lain dengan setidaknya mulai menyediakan platform market place-nya untuk produk-produk olahan perikanan.

Di samping itu, ujar dia, pemerintah juga perlu menyalurkan dana sosial untuk mengatasi dampak corona yang jelas berimbas pada menurunnya penghasilan keluarga nelayan, pembudi daya ikan dan petambak garam

"Saat ini yang diperlukan adalah dana cash, bisa berbentuk sembako atau layanan kesehatan," ucapnya.

Abdul yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan itu mengingatkan, saat nelayan tak bisa beraktivitas seperti sebelumnya, kaum perempuan banyak mengambil inisiatif untuk memperoleh penghasilan, mulai dari membuat produk camilan berbahan dasar ikan dan dipasarkan secara door to door atau berjualan di pasar.

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan realokasi anggaran sebesar Rp483,74 miliar dalam rangka pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi COVID-19.

Menteri Edhy memaparkan, anggaran tersebut dipakai untuk 23 kegiatan di antaranya bakti nelayan, bulan bakti karantina ikan, asuransi budi daya ikan, bantuan induk, benih, bibit rumput laut, pakan ikan, mesin pakan mandiri dan bahan baku, bantuan sarana mendukung revitalisasi tambak, perluasan Program Gemarikan, sarana rantai dingin, revitalisasi tambak, hingga pengembangan usaha garam rakyat (pugar).

"Untuk kegiatan bakti nelayan misalnya, kami menganggarkan Rp12,7 miliar lebih. Sedangkan perluasan Program Gemarikan dianggarkan lebih besar sekitar Rp20 miliar. Harapannya, kami dapat membantu menyerap produksi ikan dan olahan produk perikanan, sekaligus menyalurkannya pada masyarakat untuk pemenuhan gizi. Utamanya untuk tenaga medis dan pekerja harian lepas, di antaranya pengemudi taksi dan ojek online," paparnya.

Selain merealokasi anggaran untuk bantuan, KKP juga telah mengusulkan enam paket stimulus ekonomi di sektor kelautan dan perikanan dalam upaya mempercepat penanganan dampak COVID-19.

Usulan tersebut meliputi bantuan pemerintah untuk nelayan, pembudi daya, pengolah/pemasar, dan petambak garam sebesar Rp1,024 triliun; bantuan langsung tunai (BLT) bagi masyarakat perikanan sebesar Rp600 ribu per bulan selama 3 bulan melalui Kemensos; pembelian produk perikanan oleh BUMN perikanan, dan penurunan bea masuk tin plate dan kaleng jadi, serta pasta tomat dan tepung pengental saus sebagai bahan baku industri pengalengan ikan.

Baca juga: Kiara: Perkuat serapan hasil tangkapan ikan perempuan nelayan
Baca juga: KKP dorong pemberdayaan peran wanita nelayan

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020