Paris (ANTARA) - Presiden Emmanuel Macron mengancam akan menutup perbatasan Prancis dengan Inggris jika Perdana Menteri Boris Johnson gagal mengambil langkah-langkah lebih keras untuk mengendalikan wabah virus corona, sebuah surat kabar Prancis melaporkan.

Pada Jumat malam (20/3), Johnson memerintahkan penutupan pub, restoran, teater, bioskop, dan pusat kebugaran untuk memperlambat penyebaran penyakit---beberapa hari setelah negara-negara Eropa lain mengunci warganya.

Surat kabar Prancis Liberation, mengutip sumber-sumber di kantor Macron, mengatakan keputusan Johnson muncul setelah pemimpin Prancis memberinya ultimatum pada Jumat pagi, mengancam larangan masuk terhadap setiap pelancong dari Inggris jika tidak ada langkah-langkah baru.

"Kami harus dengan jelas mengancamnya untuk membuatnya akhirnya mengalah," kata laporan yang mengutip seorang pejabat Elysee.

Dihubungi oleh Reuters, kantor Macron menolak berkomentar. Tetapi sumber yang dekat dengan Macron mengonfirmasi ada panggilan telepon antara kedua pemimpin pada Jumat.

"Cara penyampaiannya agak keras, tetapi kami memang bersiap untuk menutup (perbatasan)," kata sumber itu kepada Reuters.

Ditanya tentang laporan itu, seorang juru bicara Downing Street mengatakan: "Seperti yang dikatakan Perdana Menteri pada Jumat, langkah-langkah baru ini diambil berdasarkan saran ilmiah dan sesuai dengan rencana aksi pemerintah yang ditetapkan dua minggu lalu."

Pemerintah Inggris mengatakan sedang bertindak atas bimbingan para penasihat ilmiahnya ketika negara itu meningkatkan upaya untuk membatasi wabah.

Macron memerintahkan pembatasan ketat pergerakan orang di Prancis pada Senin (16/3). Restoran, bar, dan sekolah telah ditutup secara nasional dan orang-orang diperintahkan untuk tinggal di rumah kecuali untuk membeli bahan makanan, bepergian ke tempat kerja, berolahraga, atau untuk perawatan medis.

Macron juga mendesak negara-negara anggota Uni Eropa untuk menutup perbatasan eksternal blok tersebut awal pekan ini.

Laporan itu menyuarakan komentar Perdana Menteri, Edouard Philippe, yang dibuat dalam sebuah wawancara pada Selasa (17/3).

"Jika negara-negara tetangga, Inggris misalnya, bertahan terlalu lama dalam situasi tanpa mengambil langkah-langkah ini, maka kami akan sulit menerima di tanah kami warga negara Inggris yang bergerak bebas di negara mereka sendiri," kata Philippe.

Inggris meninggalkan Uni Eropa pada 1 Februari tetapi tetap berada di area pergerakan bebas dengan blok itu sampai akhir tahun.

Sumber: Reuters
Baca juga: Paris tutup Eiffel hingga Museum Louvre cegah COVID-19
Baca juga: Saya bukan virus: komunitas Asia di Perancis hadapi xenofobia

Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020