Jakarta (ANTARA) - Mantan Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Valentinus Suhartono Suratman yang biasa dipanggil Tono Suratman mengakui pernah meminta sejumlah pegawai Kementerian Pemuda dan Olahraga untuk mempercepat pencairan dana hibah Kemenpora untuk KONI.

"Setahu saya ada usaha-usaha seperti itu (permintaan dana) dari Kemenpora agar dana lebih cepat keluar dana (hibah) itu karena memang perlu ada dana (hibah) itu," kata Tono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Tono bersaksi untuk mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi yang didakwa menerima suap sebesar Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp8,648 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

Tono sebelumnya diperdengarkan rekaman percakapan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Rekaman percakapan itu adalah percakapan antara dirinya dengan Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora sekaligus ketua tim verifikasi Adhi Purnomo pada 13 November 2018 menggunakan telepon Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy.

Tono: Nanti setelah itu kan beres
Adhi: Iya Pak saya siap bantu
Tono: Siap ya?
Adhi: Apa juga saya bantu Pak, kemarin juga cair
Tono: Iya keren
Adhi: Saya terima kasih banyak
Tono: Nanti ketemu pak itu, Pak Hamidy lah

"Ini maksudnya bantu proposal?" tanya JPU Agus.

"Ya agar dalam prosesnya lancar supaya ditolong, saya mengaku pernah," jawab Tono.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa KONI dua kali mengajukan proposal hibah. Pertama adalah proposal hibah tugas pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi Olahraga Nasional pada multi event Asian Games ke-18 dan Asian Para Games ke-3 pada 2018 dengan usulan dana dari KONI sebesar Rp51,529 miliar dan disepakati Rp30 miliar.

Kedua, proposal hibah pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun 2018 dengan usulan Rp21,062 miliar yang disetujui untuk dicairkan sejumlah Rp17,971 miliar.

"Memang ada permintaan dana agar cair kan?" tanya JPU KPK Agus.

"Iya," jawab Tono.

Sebelum rekaman diputar, Tono membantah merestui pemberian uang dari Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johny F Awuy untuk para pejabat Kemenpora termasu Imam Nahrawi.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa Jonny F Awuy mengirimkan Rp10 miliar dan sesuai arahan Ending, uang Rp9 miliar diserahkan kepada Imam melalui Miftahul Ulum sejumlah Rp9 miliar yaitu sebesar Rp3 miliar diberikan Johnny kepada Arief Susanto selaku suruhan Ulum di kantor KONI Pusat; Rp3 miliar dalam bentuk 71.400 dolar AS dan 189.000 dolar Singapura diberikan Ending melalui Atam kepada Ulum di lapangan golf Senayan; dan Rp3 miliar dimasukkan ke amplop-amplop diberikan Ending ke Ulum di lapangan bulu tangkis Kemenpora RI.

"Saya punya integritas pribadi selama 40 tahun saya tidak dibiasakan oleh pimpinan saya untuk melakukan hal seperti itu. Saya tidak mengajarkan anggota seperti itu dan sekarang saya ditunjuk oleh Menteri Pertahanan untuk menangani sekolah SMA Taruna Nusantara dalam usia seperti ini menunjukkan bahwa saya masih dipercaya, kalau hal demikian saya pantang melakukan hal itu," ungkap Tono.

Tono pun sempat menyebut bila proposal tidak disetujui maka lebih baik pegawai KONI tidak perlu makan.

"Salah satu proposal yang bulan Agustus, saya mengatakan kalau bulan Agustus tidak keluar dananya ini tidak usah diusulkan, lebih bagus kita tidak digaji tidak usah makan lebih bagus kita hidup seperti ini," ungkap Tono.

Baca juga: Mantan Menpora Imam Nahrawi disebut minta dana operasional ke bawahan

Baca juga: Imam Nahrawi didakwa terima suap-gratifikasi Rp20,148 miliar

Baca juga: Eks Menpora Imam Nahrawi: Siap-siap saja yang merasa terima dana KONI

Baca juga: Saksi sebut aspri Imam Nahrawi minta tambahan biaya untuk Menpora

 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020