Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, terdakwa secara bertahap sejak 2016-2018 telah menerima gratifikasi berupa uang dari beberapa wajib pajak wilayah KPP PMA Tiga Jakarta yang seluruhnya sejumlah 98.400 dolar AS dan 49.000 dolar Singapura
Jakarta (ANTARA) - Kepala Kantor Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) Tiga Jakarta Yul Dirga didakwa menerima suap senilai 34.625 dolar AS dan Rp25 juta serta gratifikasi 98.400 dolar AS dan 49.000 dolar Singapura sehingga totalnya mencapai sekitar Rp2,328 miliar terkait dengan jabatannya.

Dalam dakwaan pertama, Yul Dirga menerima suap dari Komisaris PT Wahana Auto Ekamarga Darwin Darwin Maspolim dan Katherine Tan Foong Ching selaku Chief Financial Officer Wearnes Automotive PTE LTD sejumlah 34.625 dolar AS (sekitar Rp474 juta) dan Rp25 juta.

"Terdakwa Yul Dirga selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga (KPP PMA Tiga) Jakarta bersama dengan Hadi Sutrisno, Jumari dan Muhammad Naim Fahmi selaku tim pemeriksa pajak pada KPP PMA Tiga Jakarta menerima uang sejumlah 34.625 dolar AS dan Rp25 juta dari Darwin Maspolim selaku komisaris PT WAE yang menjadi wajib pajak pada KPP PMA Tiga bersama-sama dengan Katherine Tan Foong Ching selaku Chief Financial Officer Wearness Automotive PTE Ltd," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Takdir Suhan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

PT Wahana Auto Ekamarga (WAE) adalah distributor resmi kendaraan premium dengan merk Jaguar, Land Rover dan Bentley. Darwin juga tercatat sebagai Direktur Utama PT Performance Auto Centre yang merupakan dealer resmi mobil pabrikan Mazda.

Tujuan pemberian suap itu adalah agar Yul Dirga dan tiga orang pemeriksa pajak KPP PMA Tiga Jakarta yaitu Hadi Sutrisno, Jumari dan Muhammad Naim Fahmi menyetujui permohonan lebih bayar pajak (restitusi) yang diajukan PT WAE tahun pajak 2015 dan 2016.

Pada pemberian suap terkait pemeriksaan tahun pajak 2015, PT WAE mengajukan restitusi ke KPP PMA Tiga atas kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan (SPT PPh 1771) 2015 sejumlah Rp5,03 miliar.

Tim pemeriksa permohonan itu terdiri dari Hadi Sutrisno (supervisor), Jumari (ketua tim) dan M Naim Fahmi (anggota).

Baca juga: KPK panggil dua saksi kasus suap restitusi pajak

Hadi Sutrisno atas persetujuan Yul Dirga menawarkan bantuan agar permohonan restitusi dapat disetujui dengan imbalan sejumlah Rp1 miliar. Atas permohonan itu, Darwin menyetujuinya sehingga tim mengusulkan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar PPh Badan PT WAE tahun 2015 sejumlah Rp4,592 miliar.

Uang suap 73.700 dolar AS diberikan Lilis Tjinderawati pada Mei 2017 kepada Hadi Sutrisno di parkiran mall Taman Anggrek. Selanjutnya Hadi membagi empat uang tersebut untuk Hadi, Jumari, M Naim Fahmi dan Yul Dirga masing-masing 18.425 dolar AS.

Pada 23 Mei 2017, Yul Digra pun menandatangani Surat Perintah Kelebihan Pajak (SPMKP) sejumlah Rp4,592 miliar untuk PT WAE.

Sedangkan untuk pemberian uang terkait pemeriksaan pajak 2016, PT WAE mengajukan restitusi ke KPP PMA Tiga atas kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan (SPT PPh 1771) 2016 sejumlah Rp2,77 miliar.

Tim pemeriksa untuk permohonan itu pun masih sama yaitu Hadi Sutrisno, Jumari dan M Naim Fahmi. Hadi kemudian menawarkan bantuan agar permohonan restitusi disetujui dapat memberi imbalan Rp1 miliar.

Pada 28 Mei 2018 di Mall Kalibata, disepakati PT WAE akan memberikan uang sejumlah Rp800 juta kepada tim pemeriksa pajak sebagai fee agar restitusi dapat disetujui.

Katherin alias Tan Foong Ching lalu menyetujui uang suap dikeluarkan dari kas PT WAE dan PT Performance Auto Center (PAC). Pada 5 Juni 2018 barulah tim pemeriksa pajak mengusulkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar PPh Badan PT WAE tahun 2016 sebesar Rp2,777 miliar.

Suap senilai 57.500 dolar AS tersebut diserahkan pada Juni 2018 oleh Amelia Pranata dan Musa kepada Hadi Sutrisno di toilet pria Mall Kalibata Citi Square. Hadi lalu membagi 4 uang tersebut masing-masing 13.700 dolar AS sedangkan untuk Yul Dirga sebesar 14.400 dolar AS.

Pada Juni 2018, Darwin juga memberikan persetujuan diskon 1 unit Mazda CX-5 di PT PAC kepada Yul Dirga sebesar Rp50 juta yang terdiri dari diskon resmi Rp25 juta dan diskon Rp25 juta dari bagian fee yang diterima Hadi, Jumari dan Naim Fahmi masing-masing 600 dolar AS sehingga total 1.800 dolar AS atau setara Rp25 juta.

Baca juga: KPK panggil lima saksi kasus suap restitusi pajak PT WAE

Sehingga pada 31 Juli 2018, Yul Dirga menandatangani Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak sejumlah Rp2,777 miliar dan dengan memperhitungkan pemotongan maka yang dibayar ke PT WAE adalah Rp2,678 miliar.

Atas perbuatannya, Yul Dirga didakwa berdasarkan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.

Dalam dakwaan kedua, Yul Dirga didakwa menerima gratifikasi sebesar 98.400 dolar AS (sekitar Rp1,347 miliar) dan 49.000 dolar Singapura (sekitar Rp482 juta) dari para wajib pajak di wilayah KPP PMA Tiga Jakarta.

"Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, terdakwa secara bertahap sejak 2016-2018 telah menerima gratifikasi berupa uang dari beberapa wajib pajak wilayah KPP PMA Tiga Jakarta yang seluruhnya sejumlah 98.400 dolar AS dan 49.000 dolar Singapura," tambah jaksa Takdir.

Penerimaan pada 2017 seluruhnya berjumlah 10 ribu dolar AS dan 32 ribu dolar Singapura sedangkan penerimaan pada 2018 seluruhnya berjumlah 88.400 dolar AS dan 17.000 dolar Singapura.

"Sedangkan pada 6 November 2018 sampai 6 September 2018 terdakwa menukarkan uang tersebut secara bertahap sebanyak 13 ke dalam bentuk rupiah sehingga seluruhnya menjadi sejumlah Rp1,891 miliar. Terhadap penerimaan gratifikasi tersebut, terdakwa tidak melaporkan kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari sebagaimana ditentukan undang-undang," ungkap jaksa.

Atas perbuatannya, Yul Dirga didakwa pasal 12 B UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberatansan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut mengenai penerimaan gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Terhadap dakwaan tersebut, Yul Dirga tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi).

"Terdakwa tidak mengerti sama sekali karena dari 3 dakwaan yang disampaikan satu pun saya tidak melakukannya dan faktanya saya tidak melakukannya," kata Yul Dirga.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020