Sebab, penanganan masalah TKI sebenarnya bukan kewenangan pemda tetapi berada di tangan pemerintah pusat yakni Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yang dulunya adalah Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (
Nunukan (ANTARA) - Bupati Nunukan  Asmin Laura Hafid menyatakan Pemerintah Kabupaten Nunukan,Provinsi  Kalimantan Utara menyatakan masih membutuhkan keberadaan Balai Pelayanan, Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI) untuk menangani permasalahan tenaga kerja Indonesia (TKI).

Kabupaten Nunukan menjadi salah satu pintu masuk dan keluar bagi TKI dari Negeri Sabah, Malaysia berikut segala bentuk permasalahannya. Namun Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 9 dan 10 Tahun 2019 menyatakan bahwa peran pemerintah daerah lebih besar porsinya dari sebelumnya.

Menanggapi hal ini, Bupati Nunukan, Asmin Laura Hafid di Nunukan, Kamis mengakui, keberadaan UU dan Permenaker tersebut masih terkendala dalam hal pembiayaan.

"Sebab, penanganan masalah TKI sebenarnya bukan kewenangan pemda tetapi berada di tangan pemerintah pusat yakni Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yang dulunya adalah Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)," katanya.

Alasannya, kata dia, TKI yang berangkat dan datang serta permasalahannya tidak mampu ditangani Pemkab Nunukan dikarenakan bukan warganya.

"Apalagi jika anggaran penanganannya dibebankan kepada Pemkab Nunukan maka sangat tidak mungkin sementara anggaran dalam APBD sangat terbatas," katanya.

Oleh karena itu, kata  dia, keberadaan BP3TKI di Kabupaten Nunukan masih sangat dibutuhkan sebagai perpanjangan tangan BP2MI dari pusat yang memang khusus menangani masalah TKI.

Mengenai UU Nomor 18 Tahun 2017 dan Permenaker Nomor 9 dan 10 Tahun 2019, ia menyatakan, telah menyurati kementerian dan lembaga terkait sejak tahun lalu tetapi belum mendapatkan respon.

Ia mengatakan dalam waktu dekat ini Pemkab Nunukan kembali mempertanyakan agar tidak menimbulkan kesalahapahaman masalah penanganan TKI di daerah itu.

"Kita sudah menyurat ke kementerian dan lembaga terkait soal ini. Bahkan saya sudah ketemu langsung dengan Pak Nusron, Kepala BNP2TKI mempertanyakan soal ini juga. Tapi memang belum ada jawabannya sampai sekarang," katanya.

Pada intinya, kata Asmin Laura Hafid ,  keberadaan BP3TKI untuk menangani permasalahan TKI dari Malaysia di Kabupaten Nunukan masih sangat dibutuhkan, sebab Pemkab Nunukan tidak mampu menanganinya. Selain keterbatasan anggaran dan juga perihal TKI dari negeri jiran bukan warga Kabupaten Nunukan.

Secara terpisah, Kepala BP3TKI Nunukan, Kombes (Pol) Hotma Viktor Sihombing melalui Kasi Perlindungan dan Pemberdayaan TKI, Arbain menyambut baik upaya dan langkah-langkah yang telah dilakukan Pemkab Nunukan terkait dengan fenomena penanganan TKI ini.

Hanya saja, kata dia, BP3TKI Nunukan masih membutuhkan penegasan, baik berkaitan dengan peran pemda dan anggaran penanganannya maupun keberadaan lembaganya tersebut.

"Karena Bupati Nunukan sudah menyurat ke pusat maka lebih baik langsung menyurati juga kepada Menteri PAN dan RB dan Menaker," katanya.

Ia mengharapkan, Bupati Nunukan agar menyurat ke Kementerian PAN dan RB dan Kemenker untuk memperjelas posisi pemda dan BP3TKI di daerah itu sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda.

Baca juga: 1.525 TKI berangkat ke Negeri Sabah Malaysia melalui Nunukan

Baca juga: BP3TKI Nunukan amankan puluhan calon TKI ilegal


Baca juga: 2.669 TKI Bermasalah dipulangkan ke Nunukan sepanjang 2019

Pewarta: Rusman
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020