Jakarta (ANTARA) - Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI Ahmad Muzani menilai wajar kalau pemerintah membicarakan lebih mendalam dan lebih lama terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai Omnibus Law.

Menurut dia, RUU mengenai Omnibus Law merupakan RUU "sapu jagat" yang menyatukan puluhan UU dalam satu semangat yang sama sehingga perlu dibicarakan lebih mendalam dan lebih lama lagi.

Baca juga: DPR: Menkeu konsultasi rencana pembahasan omnibus law perpajakan

Baca juga: Presiden Jokowi segera tandatangani Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

Baca juga: Presiden Jokowi tekankan "omnibus law" agar Indonesia kompetitif


"Mungkin akhirnya harus dibicarakan lebih mendalam dan lama lagi, itu sesuatu yang wajar karena ini adalah terobosan baru dari eksekutif tentang satu masalah," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan target pemerintah menyerahkan RUU Omnibus Law dalam 100 hari kerja, bisa saja disebut lebih cepat atau lambat, karena kalau pasal-pasalnya sudah final maka bisa lebih cepat.

Namun menurut Wakil Ketua MPR RI itu, kalau pasal-pasalnya mengandung interpretasi yang berbeda-beda maka bisa memerlukan pekerjaan yang lebih lama lagi karena itu tergantung draft yang diberikan pemerintah kepada DPR RI.

"Prinsip, saya kira pembahasan ini tidak bertele-tele agar beban legislatif tidak terlalu berat. Karena selama ini kritik terhadap DPR adalah produktivitas terhadap produk UU sangat minim," ujarnya.

Selain itu Muzani mengaku belum mengetahui apabila pemerintah akan mengeluarkan Surat Presiden (Surpres) terkait RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja pada Jumat (31/1).

Menurut dia, berdasarkan janji pemerintah, draft Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja belum akan diserahkan ke DPR pada pekan ini.

"Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja janji pemerintah akan disampaikan pada kami sebenarnya bukan pekan ini. Omongnya kalau enggak salah minggu lalu," katanya.

Baca juga: Presiden Jokowi minta dukungan MK terkait "omnibus law"

Baca juga: Draf Omnibus Law siap diserahkan kepada Presiden

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020