Hal yang memberatkan, perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Hal yang meringankan, terdakwa berterus terang, mengakui dan menyesali perbuatan; memiliki tanggungan keluarga dan berlaku sopan
Jakarta (ANTARA) - Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau (Kepri) Edy Sofyan dan Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri Budy Hartono dituntut 5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta karena dinilai terbukti membantu Gubernur Nurdin Basirun menerima suap senilai Rp45 juta dan 11 ribu dolar Singapura.

"Menyatakan terdakwa I Edy Sofyan dan terdakwa II Budy Hartono terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 5 tahun dan pidana denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Yadyn di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama pasal 12 ayat (1) huruf a UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Hal yang memberatkan, perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Hal yang meringankan, terdakwa berterus terang, mengakui dan menyesali perbuatan; memiliki tanggungan keluarga dan berlaku sopan," tutur jaksa Yadyn menambahkan.

Tim jaksa juga memberikan status pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator) kepada Budy Hartono.

Baca juga: Pengusaha penyuap Gubernur Kepri dituntut 2 tahun penjara

"Pada 20 Januari 2020, terdakwa II Budy Hartono telah mengajukan permohonan untuk menjadi justice collaborator. Atas permohonan tersebut, penuntut umum berpendapat bahwa terdakwa II Budy Hartono memenuhi syarat untuk ditetapkan menjadi justice collaborator berdasarkan surat keputusan pimpinan KPK No. 1521 tahun 2020 tanggal 29 Januari 2020 karena terdakwa bukan pelaku utama, telah mengungkap tindak pidana korupsi tentang penerimaan lain atau gratifikasi oleh Nurdin Basirun dan bersikap kooperatif sejak penyidikan," papar jaksa Yadyn

Dalam perkara ini, Edy dan Budy menjadi perantara penerima suap Gubernur Kepri Nurdin Basirun berupa uang sejumlah Rp45 juta, 5.000 dolar Singapura dan 6.000 dolar Singapura.

Tujuan pemberian suap itu adalah agar Nurdin Basirun selaku Gubernur Riau menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut atas nama pemohon Kock Meng seluas 6,2 hektare, surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 hektare dan rencana memasukkan kedua izin prinsip tersebut ke dalam daftar Rencana Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Pantai dan Pulau-Pulau Kecil (Perda RZWP3K).

Nurdin Basirun mengarahkan Edy untuk mengumpulkan uang buat kepentingan Nurdin Basirun yang bersumber dari investor yang sedang mengurus perizinan pemanfaatan/pengelolaan ruang laut sampai 12 mil di luar minyak dan gas bumi tanpa melalui Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

Uang pengurusan tersebut digunakan untuk membiayai keperluan operasional Nurdin Basirun dalam rangka kunjungan ke pulau-pulau, serta penerimaan tunai oleh Nurdin Basirun dan untuk kepentingan operasional Edy dan Budy.

Pertama, untuk uang Rp45 juta diperoleh dari seorang pengusaha bernama Kock Meng yang ingin membuka restoran di Tanjung Piayu dan ia sudah memiliki izin pendirian restoran namun belum memiliki izin pemanfaatan ruang laut.

Budy Hartono menyampaikan kepada kawan Kock Meng, Abu Bakar, bahwa syarat pengajuan izin ada biaya pengurusan sejumlah Rp50 juta, biaya itu disetujui. Agar nota dinas segera ditandatangani maka Budy meminta uang segera diserahkan kepada dirinya.

Baca juga: Nelayan penyuap Gubernur Kepulauan Riau divonis 1,5 tahun penjara

Selanjutnya uang diberikan oleh Kock Meng kepada Abu Bakar melalui Johanes Kodrat. Kodrat menyerahkan Rp50 juta kepada Abu Bakar di pelabuhan Sijantung. Selanjutnya Abu Bakar menyerahkan Rp45 juta kepada Budy Hartono di rumah Edy Sofyan sedangkan Rp5 juta digunakan Abu Bakar sebagai biaya operasionalnya.

Setelah menerima uang dari Abu, Budy Hartono menyerahkan uang Rp45 juta tersebut kepada Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi Kepri.

Hasilnya, izin prinsip pemanfaatan laut untuk Abu Bakar dan Kock Meng ditandatangani Gubernur Kepril Nurdin Basirun.

Kedua, pemberian uang 5.000 dolar Singapura terkait dengan permohonan izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di Tanjung Playu Batam seluas 10,2 hektare milik Kock Meng, namun pengajuannya atas nama Abu Bakar pada 22 Mei 2019 kepada Budy Hartono.

Budy menyiapkan dokumen kelengkapannya kemudian menghubungi Abu Bakar untuk menyiapkan biaya pengurusan tidak resmi sejumlah Rp50 juta.

Atas penyampaian Budy, Abu Bakar menghubungi Johanes Kodrat kemudian Johanes Kodrat menyampaikan kepada Kock Meng untuk menyiapkan uang Rp300 juta untuk pengurusan izin. Karena Kock Meng ingin proses izin cepat selesai maka ia menyerahkan uang Rp300 juta itu dalam bentuk dolar Singapura yaitu 28 ribu dolar Singapura kepada Johanes Kodrat.

Setelah menerima uang itu, Kodrat lalu memisahkan uang 5 ribu dolar Singapura untuk diberikan kepada Abu Bakar sedangkan Rp50 juta diserahkan kepada istri Abu Bakar dan sisanya disimpan oleh Johanes Kodrat.

Penyerahan uang dilakukan pada 30 Mei 2019 di pelabuhan Telaga Punggur Batam oleh Abu Bakar dan Johanes Kodrad kepada Budy Hartono di dalam amplop cokelat dengan mengatakan "Ini titip buat Pak Edy, informasinya surat izin akan ditandatangani malam ini".

Baca juga: Pengusaha didakwa suap Gubernur Kepri sekitar Rp56 juta

Edy Sofyan lalu menemui Nurdin Basirun di hotel Harmono Nagoya Batam dan di dalam kamar Nurdin Basirun, Edy Sofyan menyerahkan amplop uang tersebut sambil berkara 'Pak ini titipan Abu'. Nurdin Basirun kemudian menerima amplop uang dari Edy Sofyan tersebut dan menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut yang dimohonkan Abu Bakar.

Ketiga, pemberian uang senilai 6.000 dolar Singapura terkait izin prinsip melakukan reklamasi. Menurut Budy Hartono, lokasi yang diinginkan Abu Bakar tidak masuk dalam 42 titik rencana Perda RZWP3K Kepulauan Riau. Agar permohonan lokasi baru diusulkan maka harus dilengkapi dengan data dukung reklamasi yang akan disiapkan staf Budy bernama Aulia.

Maka pada 5 Juli 2019, Budy Hartono menyampaikan kepada Abu Bakar untuk pembuatan data dukung ada biaya Rp75 juta dimana Rp25 juta akan diserahkan kepada Nurdin Basirun melalui Edy Sofyan.

Abu Bakar lalu melaporkan kepada Johanes Kodrat dan Johanes Kodrat menemui Kock Meng menyampaikan ada biaya pengurusan masuk zonasi RZWP3K sejumlah Rp300 juta dan atas biaya itu Kock Meng menyetujuinya dan menyerahkan Rp300 juta dalam bentuk 28 ribu dolar Singapura. Setelah menerima uang tersebut, Kodrat memisahkan 6.000 dolar Singapura dan menyerahkan ke Abu Bakar sedangkan sisanya 19 ribu dolar Singapura disimpan Kodrat.

Uang diserahkan pada 10 Juli 2019 saat perjalanan ke rumah Edy Sofyan dari pelabuhan Feri Sri Bintan Tanjungpinang. Abu Bakar menyerahkan amplop kuning berisi uang sejumlah 6.000 dolar Singapura kepada Budy Hartono.

Setelah keluar dari pelabuhan Sri Bintan Tanjungpinang, Budy diamankan petugas KPK dan ditemukan uang 6.000 dolar Singapura dalam mobil Avanza hitam milik Budy Hartono, ungkap jaksa Yadyn.

Terhadap tuntutan tersebut, keduanya akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) dua pekan lagi.

Baca juga: Dua pejabat Kepri didakwa bantu terima suap Gubernur Nurdin Basirun

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020