Kami telah membangun sebuah rumah sakit yang diberi nama RS Indonesia, tepatnya di Jalur Gaza. RS Indonesia di Gaza menjadi sebuah ikon diplomasi Indonesia di dunia internasional untuk Palestina
Jakarta (ANTARA) - Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo menerima kunjungan Ketua Presidium Medical Emergency Rescue Committee dr Sarbini Abdul Murad pada Rabu (15/1).

Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) adalah organisasi sosial kemanusiaan untuk korban perang, konflik, dan bencana alam yang bergerak dalam bidang kegawatdaruratan kesehatan.

"Saya sangat bersyukur MER-C hadir di sini mencerahkan saya dan memberikan wawasan baru kepada saya. Saya mewakili Keuskupan Agung Jakarta pasti akan membawa informasi yang baru saya terima ini ke dalam forum pertemuan para uskup sebagai bahan diskusi ke depan," kata Suharyo yang juga pimpinan umat Katolik Keuskupan Agung Jakarta itu.

Pada dialog antara keduanya, Suharyo yang pada September 2019 ditunjuk sebagai salah satu kardinal Gereja Katolik Roma oleh pemimpin Takhta Suci Vatikan, Paus Fransiskus itu, mengucapkan terima kasih dan bersyukur atas kunjungan MER-C ke Keuskupan Agung Jakarta.

Ia juga mengaku sudah lama mendengar tentang pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Palestina.

"Saya sudah lama mendengar tentang rumah sakit yang didirikan di Palestina. Tapi baru kali ini mengetahui secara lebih rinci mengenai hal ini dan mengetahui tentang lembaga MER-C," kata dia.

Soal Palestina menjadi isu utama saat Sarbini Abdul Murad berdialog dengan Kardinal Ignatius Suharyo di Keuskupan Agung Jakarta.

Mengapa soal Palestina yang didiskusikan?

"Karena Palestina adalah konflik kolonialisme dan bukan konflik agama," kata Sarbini Abdul Murad, dokter kelahiran Aceh yang saat perang antara Palestina dan Israel di Gaza di penghujung 2008 hingga awal Januari 2009 menjadi yang pertama berada di garis depan di Pintu Rafah, perbatasan Mesir-Gaza itu.

Baca juga: Bangun RS Indonesia tahap II, 32 sukarelawan MER-C ke Gaza

Ditegaskannya bahwa Palestina suatu masalah yang harus diselesaikan dengan berbagai macam pendekatan dan melibatkan semua elemen bangsa Indonesia, karena hal itu tanggung jawab sejarah dan tanggung jawab moral bersama.

Ihwal konflik Palestina-Israel sendiri, Romo Ignatius Suharyo --ketika menyikapi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang membuat kebijakan kontroversi mengakui Yarusalem sebagai Ibu Kota Israel, di mana keputusan itu dikecam berbagai negara, termasuk Indonesia-- juga menggarisbawahi bahwa persoalan itu bukanlah konflik agama.

"Jadi dalam Gereja Katolik setiap Minggu ada yang namanya doa umat, nah dalam doa umat itu biasanya selain doa-doa yang tradisional selalu dimasukkan doa berkaitan dengan situasi konkret, misalnya untuk masalah di Myanmar, Rohingya. Sekarang masalah konflik Palestina dan Israel," kata dia dalam pernyataan media pada pertengahan Desember 2017.

Karena itu, KWI menyatakan keprihatinan mendalam dan menyerukan ke gereja-gereja dan umat Katolik terus mendoakan agar konflik antara Palestina dan Israel bisa selesai dengan damai.

Romo Ignatius Suharyo dari KWI bersama tokoh lintas agama di Indonesia juga mengeluarkan pernyataan sikap mengecam tindakan Donald Trump.

Mereka sepakat bahwa konflik Palestina dan Israel merupakan konflik kemanusiaan, bukan konflik agama, sehingga semua pihak harus turut prihatin.

                                                                  Akui kedaulatan
Romo Ignatius Saharyo saat berdiskusi dengan MER-C menyampaikan bahwa sikap resmi Gereja Katolik jelas sekali untuk masalah Palestina.

"Paus saat ini mendukung Palestina dan kemerdekaan Palestina, karena semua bangsa mempunyai hak untuk merdeka," katanya.

Baca juga: MER-C-Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo diskusikan Palestina

Pada kesempatan lain, Suharyo menegaskan bahwa Paus Fransiskus selaku pemimpin tertinggi Gereja Katolik mengakui bahwa Palestina merupakan satu negara.

Sebagai wali gereja di Indonesia, ia juga bersikap serupa, yakni mengecam segala kezaliman atas rakyat Palestina.

"Kalau saya orang Katolik tentu ikut dalam apa yang dipikirkan, dikatakan, dinyatakan sikap oleh Paus (Fransiskus, red.)," katanya.

Sikap Paus adalah mengakui negara Palestina secara eksplisit jelas sehingga tidak punya kepentingan politik apapun, tidak membela kepentingan siapapun, sehingga yang dibela adalah kemanusiaan.

Kembali pada kondisi di mana konflik Palestina-Israel bukan masalah agama, melainkan permasalahan kemanusiaan dan politik, ia menyarankan perlunya pertemuan antara Israel dan Palestina untuk menyelesaikan konflilk yang berkepanjangan itu.

Ia menegaskan bahwa yang harus berbicara dan menyelesaikan masalah kedua belah pihak adalah Israel dan Palestina sendiri, karena seperti apapun lamanya, secara prinsip, mereka yang harus berbicara.

                                                                                Bantuan RS
Dalam diskusi dengan Kardinal Ignatius Suharyo, juga disampaikan bahwa MER-C sebagai lembaga sosial, kemanusiaan, dan kesehatan telah membuat program bantuan jangka panjang untuk Palestina.

"Kami telah membangun sebuah rumah sakit yang diberi nama RS Indonesia, tepatnya di Jalur Gaza. RS Indonesia di Gaza menjadi sebuah ikon diplomasi Indonesia di dunia internasional untuk Palestina," katanya.

Baca juga: Indonesia serahkan rumah sakit di Rakhine State pada Myanmar

Sejak Februari 2019, MER-C telah mengirimkan 32 sukarelawan menuju Gaza, Palestina, untuk program pembangunan tahap II Rumah Sakit Indonesia (RSI) di kawasan yang dilanda konflik itu.

Untuk pembangunan tahap II RSI di Gaza, sukarelawan dari Divisi Konstruksi MER-C itu diperkirakan akan tinggal selama setahun.

Para sukarelawan yang diberangkatkan itu, sebagian besar merupakan alumnus pembangunan tahap pertama, yang komitmen dan keahliannya sudah terbukti dan teruji dengan berdirinya RSI di Gaza yang ada saat ini.

Keberangkatan tim sukarelawan ke Gaza itu dimungkinkan setelah didapat izin masuk Mesir dan Gaza yang diterima oleh MER-C dari pemerintah Mesir dan otoritas setempat di Gaza.

Ia menyebut bantuan Menlu RI Retno Marsudi dan jajarannya di Kemenlu sebagai hal yang sangat penting bagi keberhasilan tim sukarelawan MER-C masuk Gaza, melalui Pintu Rafah di perbatasan Mesir dan Gaza.

"Tim ini sudah menunggu setahun, hingga akhirnya setelah kami bertemu Menlu dan jajarannya, maka hasilnya adalah tim bisa berangkat," katanya.

Karena itu, pihaknya memberikan apresiasi dan menyampaikan terima kasih atas peran Menlu dan jajarannya, yang membantu proses masuknya tim sukarelawan untuk bisa berangkat ke Gaza.

Selain ke Gaza wilayah konflik di Rakhine, Myanmar juga menjadi perhatian MER-C.

Pihaknya juga membangun Rumah Sakit Indonesia di Rakhine, Myanmar dengan melibatkan umat Buddha dan Musim, sebagai salah satu upaya mendorong perdamaian di tempat itu.

Baca juga: RS Indonesia di Myanmar selesai dibangun di tengah konflik
Baca juga: MER-C harapkan doa rakyat Indonesia bagi keselamatan RSI Gaza


 

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020