Malang (ANTARA) - Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menyatakan bahwa operasi tangkap tangan (OTT) terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Wahyu Setiawan merupakan bentuk lemahnya pengawasan dari internal lembaga.

Busyro menegaskan bahwa tertangkapnya Wahyu Setiawan tersebut juga menggambarkan tidak transparannya proses birokrasi dari lembaga negara, yang dimanfaatkan adanya kepentingan dari oknum partai politik tertentu.

"OTT itu menunjukkan intransparansi birokrasi dari lembaga negara, termasuk KPU. Satu sisi, pengawasan internal lemah, sisi lain ada penumpangan kepentingan dari oknum partai politik," kata Busyro di Kota Malang, Jawa Timur, Jumat.

Baca juga: Bawaslu tak mau dikaitkan dengan tersangka suap Agustiani

Baca juga: Bawaslu RI adukan Wahyu Setiawan ke DKPP


Pada hari Rabu (8/1) 2020, KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap anggota KPU RI Wahyu Setiawan. Wahyu Setiawan merupakan salah satu dari tujuh komisioner KPU yang terpilih pada periode 2017—2022.

Wahyu Setiawan diduga meminta dana operasional sebesar Rp900 juta untuk membantu penetapan kader Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Harun Masiku sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pengganti antarwaktu.

Posisi KPU, lanjut Busyro, rentan ditunggangi oleh oknum dari partai politik yang memiliki kepentingan. Padahal, baik KPU maupun partai politik, merupakan pilar demokrasi Indonesia yang sudah seharusnya transparan dan jujur.

"Keduanya seharusnya menjadi pilar demokrasi, dan demokrasi itu harus jujur. Nyatanya sebaliknya, keduanya berperan destruktif, parpol iya, KPU iya," kata Busyro.

Selain menetapkan Wahyu Setiawan sebagai tersangka, KPK juga menetapkan status tersangka terhadap mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Agustiani Tio Fridelina. Selain itu, politikus PDIP Harun Masiku dan Saeful dari unsur swasta.

"Tidak cukup mereka mundur, tetapi harus ada koreksi total dari hulu hingga hilir," ujar Busyro.

Baca juga: KPK lakukan rangkaian kegiatan dalam penyidikan kasus Wahyu Setiawan

Baca juga: Terkena OTT, KPU tidak beri bantuan hukum bagi Wahyu Setiawan


Pemberian suap kepada Wahyu Setiawan tersebut dilakukan sebanyak dua kali. Pertama, dilakukan di pertengahan Desember 2019. Adapun salah satu sumber dana memberikan uang sebesar Rp400 juta yang ditujukan kepada Wahyu melalui Agustiani.

Saat itu, Wahyu Setiawan menerima uang dari Agustiani sebesar Rp200 juta di salah satu pusat perbelanjaan Jakarta Selatan. Kemudian, di akhir Desember 2019, tersangka Harun memberikan uang kepada Saeful sebesar Rp850 juta melalui salah seorang staf di DPP PDIP.

Saeful memberikan uang sebanyak Rp150 juta kepada Doni (advokat) dan sisanya sebanyak Rp450 juta diberikan kepada Agustiani, serta sebesar Rp250 juta diduga untuk operasional Saeful.

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020