Jadi yang diusulkan Komisi III DPR masuk dalam Prolegnas 2020 adalah RKUHP dan RUU Pemasyarakatan. Lalu RUU MK dan RUU Jabatan Hakim di tahun berikutnya atau setelah selesai masukan dalam RUU prioritas
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan Komisi III DPR RI mengusulkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemasyarakatan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.

"Jadi yang diusulkan Komisi III DPR masuk dalam Prolegnas 2020 adalah RKUHP dan RUU Pemasyarakatan. Lalu RUU MK dan RUU Jabatan Hakim di tahun berikutnya atau setelah selesai masukan dalam RUU prioritas," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan terkait RKUHP, akan dirapatkan dahulu di internal Komisi III DPR, apakah dibahas dari awal atau melanjutkan pembahasan yang sudah ada.

Baca juga: Baleg minta masukan masyarakat terkait 12 pasal dalam RKUHP

Namun menurut dia, ada kesepakatan politik di Komisi III DPR periode lalu bahwa tidak akan membahas ulang apalagi menyangkut politik hukum tentang satu masalah.

"Ada kesepakatan politik akhir di periode lalu, dari 10 fraksi, 9 fraksi masih ada di sini, itu kita tidak akan membahas ulang, apalagi yang menyangkut politik hukum tentang satu masalah," ujarnya.

Dia mengatakan, kemungkinan yang akan dilihat dan dibicarakan kembali adalah hal-hal terkait redaksional, frasa dan penjelasan, namun tidak akan dibahas mengenai politik hukum.

Baca juga: Komisi III DPR akan sosialisasi Rancangan KUHP dan RUU Pemasyarakatan

Arsul mencontohkan politik hukum seperti hukuman mati yang tidak akan dihapus total, tapi digeser dari pidana pokok menjadi pidana khusus yang harus dijatuhkan oleh sidang alternatif

"Soal pasal perzinaan tidak akan dibahas lagi politik hukumnya. Soal aborsi, secara prinsip dilarang, yang dibahas terkait penjelasannya," tuturnya.

Arsul menjelaskan, terkait aborsi, penjelasannya kemungkinan diperluas seperti pengecualian dalam kasus perempuan yang diperkosa lalu hamil, kemudian menggugurkan kandungannya.

"Penjelasannya diperluas untuk memastikan, meskipun sudah pasti di UU kesehatan, yang dikhawatirkan oleh pihak yang bertanggung jawab bahwa perempuan yang diperkosa lalu hamil kemudian menggugurkan kandungannya, kemudian dipidana, itu tidak betul, itu termasuk di pengecualian," ujarnya.

Baca juga: Dewan Pers: RKUHP sebaiknya tidak ditunda tapi dicabut

Baca juga: NasDem usul RKUHP dibahas bersamaan sejumlah RUU lain

Baca juga: Bamsoet: DPR-pemerintah agar serap aspirasi masyarakat perbaiki RKUHP

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019