Purwokerto (ANTARA) - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan kasus guru dan pelajar di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Sragen yang terlibat dalam pengibaran bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) masih didalami.

"Kemarin sudah kita cek, anak-anaknya merasa tidak tahu dan coba kita dalami, guru-guru juga kita tanyai, dan sekarang lagi dalam pemeriksaan yang lebih mendalam," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jumat.

Baca juga: Ganjar tidak beri ampun guru-pelajar pengibar bendera HTI

Ganjar mengatakan hal itu kepada wartawan usai memimpin Apel Kebangsaan Pelajar Kabupaten Banyumas di Alun-Alun Purwokerto yang diikuti lebih dari 5.000 pelajar.

Menurut dia, guru dan pelajar tersebut saat ditanya rata-rata memberikan jawaban kalau mereka tidak tahu, meminta maaf, dan mengaku khilaf.

Baca juga: Gubernur Jateng pimpin Apel Kebangsaan Pelajar Banyumas

"Ya rata-rata kalau ditanya, jawabannya kan kita mesti hati-hati kalau mereka mengatakan 'kami tidak tahu kok', 'kami maaf', 'kami khilaf', biasanya begitu kan," katanya.

Ia mengatakan pihaknya tidak mau kecolongan sehingga saat sekarang kasus tersebut didalami.

Baca juga: Ganjar sebut tujuh kepala sekolah terpapar radikalisme

"Saya titip, ini ada banyak guru di sini, ada banyak guru, kepala sekolah, maka kita titip kepada kepala sekolah, kita jangan main-main pada soal itu (bendera HTI, red.). Bahkan, ada beberapa kepala sekolah 'ngrasani, gubernure njelehi' (membicarakan kalau gubernurnya menyebalkan, red.), gubernurnya menjadi musuh yang akan mencabut jabatannya," kata dia sambil menunjuk sejumlah guru dan kepala sekolah yang berdiri di belakangnya.

Ganjar mengatakan pemikiran tersebut tidak benar karena dia hanya ingin para kepala sekolah bekerja dengan baik, mendidik pelajar dengan baik, mengajarkan nilai-nilai bangsa, negara, dan agama dengan benar, serta mempunyai nilai toleransi yang tinggi.

Baca juga: Gubernur Jateng minta ASN simpatisan khilafah mengundurkan diri

Menurut dia, ada urutan untuk mengindikasikan apakah seorang guru terpapar radikalisme atau tidak terpapar radikalisme.

"Urutannya, apa sih kegiatan yang dilakukan, kegiatannya rutin atau tidak, berapa bukti yang ada, sehingga tidak bisa kita selalu mengatakan 'kamu radikal' hanya satu kali tindakan. Nah, hari ini mulai kita ketahuan karena apa? Karena ternyata media sosialnya menjadi jejak digital yang tidak hilang, ketika mereka mengatakan tidak, hari ini ada, dan itu ada di mana-mana," katanya.

Menurut dia, bukti jika paham radikal telah menyusup ke berbagai lapisan masyarakat itu sudah ada dengan adanya pelajar, guru, dan aparatur sipil negara lainnya yang terpapar radikalisme. "TNI/Polri juga disusupi, pelajar ada, bukti sudah ada kok kemarin," katanya.

Terkait dengan hal itu, dia mengatakan masyarakat tidak boleh tinggal diam karena radikalisme dan terorisme merupakan persoalan serius.

"Mayoritas yang ingin negeri ini berdiri tegak dengan dasar Pancasila, ayo kita berikan pelajaran yang baik kepada anak-anak bangsa agar mereka punya imunisasi ideologis," katanya.

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019