Brussel (ANTARA) - Belgia, untuk ketiga kalinya, telah menerima permintaan dari Mahkamah Agung Spanyol untuk menahan mantan pemimpin Catalunya prokemerdekaan, Carles Puigdemont, kata juru bicara kejaksaan Brussel, Rabu.

Dua permintaan serupa yang diajukan Spanyol, masing-masing pada 2017 dan 2018, ditolak Belgia.

Puigdemont lari mengasingkan diri di Belgia pada musim gugur 2017 dan 2018 setelah para pemimpin separatis Catalunya menyelenggarakan referendum, yang dinyatakan pengadilan Spanyol ilegal. Para pemimpin juga sempat mendeklarasikan kemerdekaan Catalunya, yang berlaku tidak lama.

Baca juga: Spanyol penjarakan pemimpin separatis Catalunya

Mahkamah Agung Spanyol menyampaikan permintaan ketiganya untuk ekstradisi Puigdemont itu beberapa hari setelah Mahkamah menjatuhkan hukuman terhadap sembilan pemimpin Catalunya lainnya.

Kesembilan sosok itu dinyatakan bersalah menghasut upaya memerdekakan diri. Atas tindakan itu, mereka dijatuhi hukuman penjara antara sembilan hingga 13 tahun.

"Dengan mempertimbangkan kerumitan permintaan tersebut dan kedua perintah penahanan oleh Eropa terhadap Bapak Puigdemont, kasus ini akan memerlukan analisa hukum yang teliti," kata juru bicara kantor kejaksaan di Brussel.

Baca juga: Pemimpin separatis Catalunya katakan referendum baru tak terhindarkan

Ia mengatakan pengkajian tersebut bisa memakan waktu berminggu-minggu sebelum diputuskan. Ia menambahkan bahwa masalah utama bagi pihak berwenang setempat adalah memutuskan apakah hukuman soal penghasutan itu diakui di Belgia.

Pengadilan Belgia sebelumnya menggunakan kriteria yang sama dalam menolak kedua permintaan dari Spanyol.

Surat perintah penahanan terbaru disampaikan dalam Bahasa Spanyol. Aturan hukum setempat mengharuskan surat tersebut disampaikan dalam salah satu tiga bahasa nasional Belgia atau Bahasa Inggris, jadi Spanyol akan mengirimkan surat permintaan yang baru pekan depan, kata juru bicara itu.

Baca juga: Ribuan warga demo setelah penangkapan mantan pemimpin Catalunya

Sumber: Reuters

Penerjemah: Tia Mutiasari
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019