Indonesia perlu membuat pasarnya lebih mudah diakses dan membangun mitra dagang internasional yang kuat
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Rainer Heufers menyatakan China dapat mendominasi perekonomian global pada saat ini karena sejak dekade 1980-an telah melakukan keterbukaan ekonomi yang efektif, sehingga hasilnya dipetik sekarang ini.

"Pada tahun 1980-an China menyatakan bahwa mereka tidak ingin (negara maju/Barat)  hanya menjual barang di sini (China), tetapi juga harus berinvestasi di dalam China," kata Rainer Heufers dalam diskusi tentang investasi di Jakarta, Selasa.

Dengan membuka diri terhadap berbagai investasi asing secara langsung, maka China juga dapat mempelajari berbagai keahlian dan teknologi yang selama ini hanya dikuasai oleh berbagai macam produksi manufaktur di negara-negara maju.

Namun, menurut dia, harus diingat bahwa untuk jangka pendek, investasi asing akan cenderung meningkatkan impor, tetapi pada jangka panjang akan meningkatkan ekspor dari negara yang menerima investasi tersebut.

Untuk itu, ia juga berpendapat bahwa defisit perdagangan sebenarnya bukanlah hal yang negatif, apalagi berdasarkan data BPS, sekitar 90 persen impor ke Indonesia adalah barang modal dan bahan baku/penolong.

Baca juga: Rupiah sore anjlok 26 poin, dipicu defisit neraca perdagangan

Baca juga: IHSG ditutup menguat, ditopang meredanya perang dagang


Rainer Heufers mengingatkan pula bahwa ukuran pasar dan stabilitas ekonomi yang dimiliki Indonesia tidak otomatis akan terus menciptakan kesejahteraan merata.

"Penting bagi pemerintah Indonesia mereformasi regulasi untuk menarik foreign direct investment. Untuk itu, Indonesia perlu membuat pasarnya lebih mudah diakses dan membangun mitra dagang internasional yang kuat," katanya.

Selain itu, Indonesia dinilai perlu meningkatkan negosiasi perdagangan dan meratifikasi perjanjian kemitraan dengan Uni Eropa dan Australia.

Rainer menjelaskan ada beberapa faktor yang memengaruhi keterbukaan ekonomi sebuah negara, yaitu akses pasar dan infrastruktur, iklim investasi, kondisi pasar yang kompetitif dan bebas dari beban peraturan, serta pemerintahan yang didukung oleh supermasi hukum, di samping integritas dan efektifitas pemerintah.

Baca juga: Legatum: Indonesia dapat tarik investasi dengan jauhi proteksionisme

Baca juga: Kemenperin andalkan "super deduction tax" dongkrak industri elektronik



 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019