Jakarta (ANTARA) - Pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menyarankan agar persoalan kebinekaan di Tanah Air menjadi salah satu prioritas utama yang harus diselesaikan oleh Jokowi-Ma'ruf setelah dilantik.

"Kita melihat itu terusik beberapa tahun terakhir ini, bahkan seolah-olah yang satu dengan lain berhadapan atas dasar kelompok sosial tertentu yang didasari bukan kebinekaan," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Menurut dia, kebinekaan merupakan salah satu pembangunan yang harus dilakukan oleh presiden dan wakil presiden terpilih demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Baca juga: Komunitas Bela Indonesia ajak masyarakat rawat kebinekaan

"Pembangunan itu tidak cukup hanya dengan fisik saja, oleh karena itu pembangunan kebinekaan penting dilakukan," katanya.

Untuk mencapai pembangunan tersebut, presiden disarankan untuk mengangkat menteri yang memiliki gagasan bagaimana membangun kebinekaan di masing-masing instansi yang dipimpin.

Sebagai contoh, para menteri tidak dibenarkan membentuk suatu eksklusivitas atas dasar tertentu seperti alumni perguruan tinggi, daerah atau suku, kepercayaan dan lain sebagainya.

Agar target pembangunan kebinekaan dapat tercapai, Emrus menyarankan para menteri harus diisi oleh orang-orang yang bineka atau pluralis. Setelah itu dilakukan, maka diharapkan berbagai persoalan tadi dapat diselesaikan.

"Di samping kapabilitas, profesionalitas syarat pluralis juga penting untuk membangun Indonesia dalam bingkai NKRI," katanya.

Selama ini, Emrus berpandangan eksklusivitas tersebut masih terjadi di tengah masyarakat sehingga berdampak pada kebinekaan. Selain itu, revitalisasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIB) perlu dilakukan.

Menurutnya, BPIB tidak cukup hanya sebagai sebuah badan atau lembaga yang berwacana di ruang publik tetapi harus bisa menyentuh ke setiap elemen masyarakat terutama di tingkat kementerian.

Baca juga: Fokopimda Jakarta bertemu tokoh/mahasiswa Papua bicarakan kebinekaan

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019