Dulu dikenal dengan tudung lingkup, kalau sekarang orang menyebutnya jilbab atau hijaber.
Jambi (ANTARA) - "Tudung Lingkup Bekerobong" yang merupakan kearifan budaya lokal masyarakat Seberang Kota Jambi di zaman dahulu, kini kembali dijalani oleh warga Tanjung Pasir dimana bila anak gadis ataupun ibu-ibu yang hendak keluar rumah wajib menggunakan tudung lingkup atau tutup kepala yang hanya memperlihatkan mata.

Sejalan dengan waktu, kearifan budaya lokal itu sudah sangat jarang ditemui, bahkan cenderung ditinggalkan oleh anak-anak gadis di zaman milenial dan saat ini warga sepakat untuk melestarikan kembali budaya itu, khususnya oleh ibu-ibu dan anak gadis, kata Dewan Pembina Tobo Tanjung Pasir, M Edi Faryadi, di Jambi Senin.

Untuk memperkenalkan kembali tradisi tersebut, Tobo (keturunan) Tanjung Pasir pada Ahad kemarin melaksanakan kegiatan jalan santai 'tudung lingkup bekerobong' yang peserta wanita wajib menggunakan tudung lingkup dan untuk pria wajib menggunakan baju muslim.

Dewan Pembina Tobo Tanjung Pasir, yang juga Direskrimum Polda Jambi, Kombes Pol M Edi Faryadi mengatakan diadakannya jalan santai tudung lingkup ini bertujuan untuk melestarikan budaya di Tanjung Pasir yang secara turun temurun waktu zaman dahulu sudah dilakukan dan saat ini di zaman milenial coba kembali dimarakan.

"Kita akan terus melaksanakan kegiatan seperti ini setiap tahunnya. agar tradisi dan budaya yang ditinggalkan oleh nenek moyang kami dahulu tidak tergerus oleh zaman," kata Edi Faryadi.

Baca juga: Cerita Umi Pipik mantap berniqab

Baca juga: Menag minta masyarakat hormati pemakai cadar


Sementara itu Ketua Tobo, H Kemas Syahrannizar menjelaskan ciri khas tudung lingkup bekerobong di zaman dahulu selalu dipakai oleh wanita yang telah memasuki kategori anak gadis dan ibu-ibu apabila hendak keluar rumah.

"Dulu dikenal dengan tudung lingkup, kalau sekarang orang menyebutnya jilbab atau hijaber," katanya.

Dengan kegiatan ini, pihaknya akan mengangkat kearifan budaya lokal, sesuai dengan seloko (ungkapan nasihat) Melayu, yakni 'Membangkitkan Batang Terendam'.

Kemas Syahrannizar juga mengatakan untuk kain yang dipakai sendiri tidak mesti harus kain khas Jambi, tetapi harus berjumlah dua yang digunakan untuk menutup kepala dan muka sehingga orang lainnya hanya bisa melihat matanya saja karena kalau zaman dahulu kain itu dinamakan kain begigit atau kain dua helai.

Wilayah Seberang Kota Jambi sejak dahulu dan sampai saat ini menjadi pusat Islam di Jambi dan masih banyak tradisi lainnya yang bisa kembali dijalani oleh kaum milenial saat ini.*

Baca juga: Menag tegaskan tidak ada pelarangan pemakaian cadar di IAIN Bukittinggi

Baca juga: Ombudsman berharap IAIN Bukittinggi akhiri polemik cadar

Pewarta: Nanang Mairiadi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019