Kami berharap pemerintah dapat lebih terbuka dengan melibatkan Vapers (pengguna) dalam diskusi
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Vapers Indonesia (AVI) menyatakan mendukung wacana pembuatan aturan atau regulasi untuk peredaran rokok elektronik agar konsumen terlindungi.

"Dengan adanya aturan dari pemerintah terhadap produk alternatif tembakau, konsumen bisa lebih terlindungi. Kami berharap pemerintah dapat lebih terbuka dengan melibatkan Vapers (pengguna) dalam diskusi membuat kebijakan agar dapat menyampaikan aspirasi mengenai produk ini," kata Pembina AVI Dimasz Jeremia saat dihubungi di Jakarta, Rabu.

Menurut Dimasz, pembahasan yang melibatkan para pengguna ini penting dilakukan mengingat banyak perokok yang telah terbantu mengurangi konsumsi rokok konvensionalnya dengan menggunakan vape sehingga dianggap dapat membantu mengurangi prevalensi merokok di Indonesia.

Baca juga: Paru-paru seorang remaja dipenuhi minyak beku akibat suka vaping

Baru-baru ini, lanjut Dimasz, penelitian oleh University of Auckland menemukan bahwa perokok yang mencoba berhenti dengan memanfaatkan rokok elektronik dan nikotin tempel memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk tidak merokok sama sekali selama enam bulan.

"Mereka bahkan memprediksikan bahwa apabila kedua metode tersebut digunakan, maka akan ada 15.000 hingga 36.000 perokok di Selandia Baru yang akan berhenti merokok," ucapnya.

Pernyataan Dimasz ini menanggapi komentar sejumlah organisasi kesehatan Indonesia yang mendorong pemerintah untuk membuat regulasi mengenai peredaran rokok elektronik.

Baca juga: Oksidatif dan iritatif jadi alasan 'vape' berbahaya

Sebelumnya, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam (PAPDI), Sally Aman Nasution mengatakan, rokok elektronik harus diawasi seperti halnya rokok konvensional. Kata dia, sejak 2015 lalu hampir 2/3 negara di dunia sudah memiliki regulasi tentang rokok elektronik ini.

"Rokok elektronik juga berbahaya karena tidak ada penjelasan mengenai kandungan di dalam cairannya," kata Sally di Kantor Sekretariat Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jakarta, Selasa (24/9).

Menurut Sally, tidak hanya minim penjelasan tentang komposisi cairan, rokok elektronik juga tidak ada sosialisasi mengenai dampak kesehatannya. Berbeda dengan rokok tembakau, meski juga berbahaya bagi kesehatan namun terdapat pembahasan mengenai dampaknya.

"Berdasarkan paparan dr Agus (Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), baru tiga bulan menggunakan vape (rokok elektronik), paru paru sudah rusak (sakit). Jadi elektronik sama berbahaya bahkan lebih karena ada kronik dan akut," ujarnya.

Dia menambahkan, sejumlah perhimpunan dokter Indonesia juga minta dibuatkan regulasi mengenai rokok elektronik seperti PDPI, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) yang menangani persoalan pengendalian tembakau.

"Di Indonesia, belum juga ada tindakan jelas terhadap rokok elektronik. Padahal dalam Riset Kesehatan Dasar 2018, perokok jenis rokok elektronik di Indonesia telah mencapai 2,8 persen atau sekitar 7,3 juta orang dan terus berkembang belakangan ini," ucapnya.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jendral PERKI, Aryo Suryo Kuncoro, menyebutkan risiko serangan jantung meningkat sampai 56 persen dan terdapat kecenderungan terkena stroke sampai 30 persen.

Penelitian menunjukkan adanya kerusakan sel pembuluh darah dengan cepat setelah vaping, akibat nikotin dan zat perasa di dalam cairan rokok elektronik.

"Karena zat yang dihisap menyebar ke seluruh tubuh mengakibatkan kerusakan pembuluh darah secara sistemik," ucap Aryo.

Baca juga: Promosi Vape lebih aman dari rokok konvensional dinilai tidak jujur

Pembahasan mengenai rokok elektronik ini menjadi cukup ramai usai ditemukannya sejumlah kasus gangguan kesehatan hingga menyebabkan kematian yang diduga akibat penggunaan rokok elektronik di Amerika Serikat.

Meski demikian kasus kesehatan yang telah memakan korban hingga tujuh orang tersebut belum secara resmi dipastikan terjadi murni karena penggunaan rokok elektronik hingga akibatnya Presiden Donald Trump berencana melarang peredaran cairan rokok elektronik dengan rasa.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019