Jakarta (ANTARA) - Sebanyak 551 personel Brimob Polda Lampung dilaporkan telah berada di Jakarta untuk mengamankan aksi mahasiswa yang berlangsung di depan gedung DPR/MPR RI dan sekitarnya, Selasa.

Baca juga: Empat gelombang demonstrasi terjadi di kawasan Monas

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono di Jakarta, mengatakan personel Brimob tersebut diperbantukan untuk memperkuat pengamanan selama berlangsungnya gelombang aksi mahasiswa.

"Ada 551 personel dari Polda Lampung diperbantukan," kata Argo.

Sebanyak 551 personel Brimob Polda Lampung itu akan bergabung dengan 18.000 personel gabungan TNI-Polri dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Baca juga: 18.000 personel gabungan jaga aksi mahasiswa di Gedung MPR/DPR

Argo mengatakan Polda Metro Jaya juga telah menerima surat pemberitahuan aksi mahasiswa tersebut.

Para pengunjuk rasa adalah perwakilan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Indonesia. Aksi unjuk rasa itu digelar untuk menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya juga menerjunkan 252 polisi lalu lintas untuk mengatur arus lalu lintas di sekitar lokasi unjuk rasa.

Baca juga: Mahasiswa berupaya jebol pagar Gedung DPR RI

Selain itu, area Gedung DPR dan MPR RI saat ini sudah ditutup menggunakan 'security barrier' atau kawat berduri di sisi kanan dan kiri untuk mencegah massa aksi masuk ke are tersebut.

Seperti diketahui, aksi demo hari ini merupakan aksi demo lanjutan "Aliansi Mahasiswa Indonesia Tuntut Tuntaskan Reformasi" berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, hingga Senin (23/9) malam.

Mahasiswa tersebut kan kembali berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI pada Selasa, guna menyampaikan aspirasi menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Baca juga: Mahasiswa diingatkan waspada demo disusupi kelompok anarkis

RKUHP menjadi perbincangan masyarakat karena terdapat sejumlah pasal kontroversial. Mahasiswa telah menggelar aksi unjuk rasa sejak pekan lalu untuk menolak pengesahan RKUHP tersebut.

Pasal-pasal kontroversial tersebut di antaranya delik penghinaan terhadap presiden/wakil presiden (Pasal 218-220), delik penghinaan terhadap lembaga negara (Pasal 353-354), serta delik penghinaan terhadap pemerintah yang sah (Pasal 240-241).

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2019