"Sampai saat ini ada 249 tersangka perorangan dan sedang diproses. Tersangka korporasi ada enam," kata Irjen Iqbal menjelaskan penindakan pelaku karhutla.
Jakarta (ANTARA) - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Mohammad Iqbal mengatakan bahwa polisi sudah menetapkan 249 pelaku individu sebagai tersangka penyebab kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Selain itu, ada enam korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus karhutla.

"Sampai saat ini ada 249 tersangka perorangan dan sedang diproses. Tersangka korporasi ada enam," kata Irjen Iqbal, di Mabes Polri, Jakarta, Jumat.

Enam korporasi itu ditangani oleh beberapa polda, yakni satu korporasi ditangani Polda Riau, satu korporasi di Polda Sumsel, satu korporasi di Polda Jambi, satu korporasi di Polda Kaltim, dan dua korporasi di Polda Kalbar.
Baca juga: Kejaksaan terima berkas tujuh korporasi ditetapkan tersangka Karhutla

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri pun turun ke lokasi kebakaran untuk membantu kepolisian daerah membidik para pelaku penyebab karhutla.

"Dipastikan akan bertambah tersangka dari korporasi ini," katanya pula.

Satgas TNI Polri sampai saat ini masih terus berjibaku memadamkan kebakaran yang terjadi di sejumlah wilayah di Pulau Sumatera dan Kalimantan.
Baca juga: Polda Riau tetapkan 53 tersangka pembakar lahan

Iqbal menambahkan pula bahwa kondisi lingkungan di Kota Pekanbaru, Riau kini sudah jauh lebih baik.

Dia mengaku sudah melakukan inspeksi penanganan karhutla di kota tersebut dan menyimpulkan polusi udara akibat karhutla di Pekanbaru berangsur normal.

"Situasi di Kota Pekanbaru dan sekitarnya clear, langit biru nampak. Seluruh masyarakat beraktivitas seperti biasa, bersekolah, ibadah, kerja," kata Iqbal.
Baca juga: 17 tersangka karhutla di Sumatera Selatan

Pihaknya sekaligus membantah pemberitaan di media yang menyebut bahwa Pekanbaru menjadi wilayah terdampak parah akibat karhutla.

"Tidak seutuhnya benar bahwa Pekanbaru darurat asap," katanya lagi.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019