Surabaya (ANTARA) - Kepolisian Daerah Jawa Timur akan memeriksa tiga saksi baru untuk menyempurnakan proses penyidikan terhadap tersangka kasus dugaan hoaks Asrama Mahasiswa Papua Surabaya, Veronica Koman.

"Hari ini memanggil tiga saksi dalam rangka penyempurnaan proses penyidikan. Ini tidak ada kaitan pada yang lain, ini saksi untuk tersangka Veronica. Walaupun sebelumnya kami sudah punya tiga saksi terhadap Veronica," ujar Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan di Surabaya, Jumat.

Baca juga: Kapolda: Ada transaksi signifikan di enam rekening tambahan Veronica

Baca juga: Polda Jatim imbau Veronica Koman penuhi panggilan

Baca juga: Kapolda: Penetapan tersangka Veronica jangan dikaitkan pekerjaannya


Ia mengungkapkan, hingga saat ini pihak Veronica belum merespons surat panggilan pemeriksaan kedua yang dilayangkan Polda Jatim.

Seharusnya, kata dia, Veronica Koman diperiksa sebagai tersangka pada 13 September 2019, namun Polda Jatim memberikan toleransi hingga 18 September 2019.

"Sama sekali tidak ada komunikasi. Kami hanya mengikuti melalui media sosial. Padahal kami berharap yang bersangkutan bisa komunikasi. Kalau tidak puas ada proses hukum yang bisa dilakukan. Apalagi dia sekolahnya sekolah hukum," ucapnya.

Jika sampai batas akhir yang ditentukan Veronica tetap tidak memenuhi panggilan, maka akan dikeluarkan status DPO bagi yang bersangkutan.

Setelah DPO diterbitkan, lanjut dia, Polda Jatim baru akan mengeluarkan red notice yang akan digelar di Prancis untuk disebar ke 190 negara yang telah bekerja sama.

Sebelumnya, Polda Jatim menetapkan Veronica Koman sebagai tersangka kasus ujaran kebencian dan penyebaran berita hoaks, terkait insiden di Asrama Mahasiswa Papua (AMP) di Jalan Kalasan Surabaya pada 17 Agustus 2019.

Polisi menyebut Veronica telah melakukan provokasi di media sosial twitter, yang ditulis dengan menggunakan bahasa Inggris dan disebar ke dalam negeri maupun luar negeri, padahal dibuat tanpa fakta yang sebenarnya.

Akibat perbuatan yang dilakukannya, Veronica dijerat dengan pasal berlapis yakni UU ITE KUHP Pasal 160 KUHP, kemudian UU Nomor 1 Tahun 1946 dan UU Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Suku, Etnis dan Ras.

Pewarta: Fiqih Arfani/Willy Irawan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019