Padang (ANTARA) - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika serta DPR RI mempercepat pembahasan untuk mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi karena kecenderungan bisnis kini mulai beralih berbasis digital.

"Transaksi digital menuntut konsumen memiliki akun untuk bisa bertransaksi dengan syarat nomor telepon atau email. Hal itu rentan terhadap penyalahgunaan data dan informasi pribadi konsumen," ujar anggota BPKN, Anna Maria Tri Anggraini di Padang, Kamis (12/9).

Ia mengatakan saat ini masyarakat sudah merasakan efek buruk dari penyalahgunaan data pribadi itu. Misalnya masifnya penawaran kredit tanpa agunan, asuransi, hingga penipuan undian, yang bertubi-tubi diterima di telepon konsumen. Padahal ia tak pernah membagikan nomor teleponnya pada pihak tersebut.

Baca juga: Era kecerdasan buatan, pemerintah siapkan UU perlindungan data pribadi

Baca juga: AFTECH tegaskan pentingnya UU untuk perlindungan keamanan data pribadi


“Masyarakat terganggu dan yang tertipu juga banyak. Itu sudah pasti ada yang membocorkan data konsumen," ujarnya.

Menurut Anna, pembocoran data konsumen bisa saja dilakukan oleh berbagai pihak. Namun untuk pengusutan dan penindakan belum bisa dilakukan karena belum ada payung hukum.

Karena itu BPKN mendorong Kemenkominfo dan DPR RI segera melakukan pembahasan untuk menetapkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.

Selain perlunya perlindungan data konsumen, di era kecanggihan teknologi, transaksi antar manusia tak lagi memiliki batas. Bahkan bisa dilakukan antar negara. Namun, ketika terjadi dugaan penipuan atau muncul ketidakcocokan dalam transaksi yang cenderung merugikan konsumen, tak ada solusi.

“Ke depan, harus ada kerja sama dengan negara-negara yang paling banyak mengirim barang ke Indonesia untuk menyikapi hal itu," katanya.

Sementara itu perwakilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)  Sumbar Irawati menyebut penyalahgunaan data pribadi itu juga terjadi dalam bisnis fintech atau jasa peminjaman daring.

Agar masyarakat tidak tertipu ia mengimbau agar bertransaksi dengan fintech yang terdaftar di OJK. Sementara jika terlanjur tertipu oleh fintech yang ilegal, bisa mengadukannya pada Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK.

Tindaklanjutnya nanti, SWI bisa merekomendasikan agar Menkominfo memblokir akses internet fintech bersangkutan.

Baca juga: OJK dorong penerbitan UU perlindungan data pribadi

Pewarta: Miko Elfisha
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019