Pemerintah sebaiknya menggunakan harga sebagai indikator perlu atau tidaknya melakukan impor beras
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania menyatakan berbagai pihak terkait perlu benar-benar mengantisipasi dampak kemarau yang diperkirakan bakal berkepanjangan tahun 2019 ini terhadap produksi dan harga beras.

"Kemungkinan akan naiknya harga beras seharusnya sudah diantisipasi oleh pemerintah," kata Galuh Octania dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu.

Galuh mengingatkan bahwa musim kemarau yang sudah berlangsung sejak bulan April 2019 lalu diprediksi akan tetap berlangsung dalam waktu yang lama sehingga akan mempengaruhi produksi beras di Tanah Air.

Hal tersebut, lanjutnya, akan menyebabkan berkurangnya luas lahan tanam padi yang pada akhirnya akan menurunkan jumlah produksi beras sehingga mempengaruhi harga karena tidak seimbangnya antara permintaan dan pasokan.

Berdasarkan data dari BPS, harga Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG) di tingkat petani serta harga beras di tingkat penggilingan untuk semua kualitas mengalami kenaikan pada Agustus 2019. Hal tersebut setelah dilakukan pemantauan penjualan gabah di 30 provinsi selama bulan Agustus.

Rata-rata harga GKP di tingkat petani sebesar Rp4.759,00 per kilogram atau naik 3,04 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara itu untuk tingkat penggilingan mengalami kenaikan 3,04 persen atau seharga Rp4.856,00 per kilogram.

"Pemerintah sebaiknya menggunakan harga sebagai indikator perlu atau tidaknya melakukan impor beras. Bila harga tinggi, maka ketersediaan beras di pasaran berkurang dan tidak mencukupi kebutuhan masyarakat. Dengan demikian impor bisa dijadikan pilihan untuk mengisi kekurangan pasokan dan menstabilkan harga," jelas Galuh.

Selain itu, ujar dia, kekeringan juga berpotensi menimbulkan dampak pada permintaan beras dikarenakan pada musim kemarau, petani berisiko untuk gagal panen.

Kemudian, lanjutnya, tidak sedikit juga petani yang memilih untuk tidak menanam padi. Hal ini akan memengaruhi hasil penyerapan beras yang dilakukan Bulog.

Galuh juga menyoroti perbedaan data beras antar kementerian atau pihak terkait juga menambah kesemrawutan penyelesaian masalah perberasan.

"Untuk itu, keakuratan data merupakan hal yang penting. Dalam mengatasi lonjakan harga ini pemerintah juga harus mulai melakukan perhitungan apakah dengan segala kemungkinan yang sudah dilakukan, pemerintah perlu melakukan impor atau tidak," ucapnya.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019