Kupang (ANTARA) - Sejumlah warga di Kota Kupang terpaksa memanfaatkan sisa air di embung untuk menyiram tanamannya akibat pasokan air dari PDAM sudah mulai menipis dalam beberapa bulan terakhir.

"Beruntung ada embung sehingga kami bisa manfaatkan sisa air di embung ini untuk menyiram tanaman kami," kata Louise Kufa saat ditemui Antara saat sedang mengambil air di embung Nunusa di Kecamatan Alak Kota Kupang, Senin.

Ia mengatakan bahwa embung Nunusa sendiri sebenarnya jika terisi penuh ketinggian airnya bisa mencapai kurang lebih delapan meter.

Namun saat ini akibat musim kemarau debit air yang ada di bendungan itu kata dia sudah menyusut sehingga ketinggian airnya tersisa empat meter saja.

"Itu ada tiang pengukurnya. Nah saat ini sudah turun mencapai empat meter," tambah dia.
Pemandangan embung Kiubiblian yang sudah mulai menyusut debit airnya di kecamatan Alak Kota Kupang, NTT (2/9/2019).ANTARA FOTO/Kornelis Kaha.


Louise sendiri adalah seorang pedagang sayur, dirinya dan beberapa saudaranya memanfaatkan lahan yang kosong dekat embung itu untuk bertani sayur agar bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Selain embung Nunusa pantauan Antara di beberapa embung di kecamatan Alak juga sudah mulai surut airnya.

Baca juga: Tiga embung dialokasikan untuk atasi kekeringan di Kabupaten Sabu Raijua-NTT

Salah satunya adalah embung Kiubiblian yang letaknya tak jauh dari Embung Nunusa. Embung itu sering digunakan oleh hewan ternak seperti sapi untuk meminum airnya.

Embung Kiubiblian sendiri justru sudah hampir mengering. Ketinggian airnya sesuai pantauan Antara sudah tersisa dua meter saja, dari daya tampung bisa mencapai tujuh meter.

Beberapa warga yang rumahnya tak jauh dari lokasi embung mengaku setiap hari selalu, mengambil air dari embung di daerah itu.

"Kami ambil pagi untuk siram tanaman dan cuci pakaian, kalau siang justru ternak-ternak warga yang datang mencari air," tambah dia.

Baca juga: NTT butuh 4.000 embung atasi krisis air

Baca juga: Presiden mau perbanyak embung di NTT

 

Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019