Mataram (ANTARA) - Pengembangan penyidikan kasus pidana korupsi pungutan liar dana rekonstruksi masjid pascagempa Lombok, Nusa Tenggara Barat, masih menunggu putusan inkrah (berkekuatan hukum tetap) dari pengadilan.

Kepala Kejaksaan Negeri Mataram I Ketut Sumedana di Mataram, Kamis, mengatakan bahwa putusan Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Selasa (20/8), terhadap tiga terdakwa pungli belum bisa menjadi dasar jaksa melakukan pengembangan karena pihaknya masih akan mengajukan banding.

"Kita tunggu putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Kalau nantinya ada hal-hal lain yang memerintahkan untuk melakukan penyidikan tambahan, tentu penuntut umum akan merekomendasikan berdasarkan putusan pengadilan," katanya.

Baca juga: Penyidik ungkap tersangka tambahan dana rekonstruksi masjid pascagempa NTB

Sumedana menyatakan dirinya belum mau berkomentar banyak terkait dengan progres hukum pidana korupsi dana masjid yang masih akan berlanjut hingga banding di Pengadilan Tinggi Mataram itu.

"Jadi, sekarang saya belum mau berspekulasi. Siapa saja yang terlibat? Kami akan mempelajari lagi dengan tim," ujarnya.

Dalam putusan Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Selasa (20/8), tiga terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam penerapan hukumnya terdapat penyertaan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP yang mengartikan orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan.

Pasal tersebut, lanjut dia, dapat dikatakan sebagai peluang jaksa untuk melakukan pengembangan atau mencari peran tersangka lain dalam kasus pungli dana masjid tersebut.

Baca juga: Terdakwa dana masjid Lombok nyatakan pungli atas perintah Kakanwil

Sebelumnya, dalam persidangan, H. Silmi, terdakwa yang telah divonis empat tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan, menyebutkan adanya peran keterlibatan Kepala Kanwil Kemenag NTB Nasrudin.

Dalam pledoinya (nota pembelaan terhadap tuntutan), mantan Kasubbag Organisasi dan Tata Laksana Bagian Umum Kanwil Kemenag NTB itu mengatakan bahwa Kakanwil Kemenag NTB Nasrudin sebagai pihak yang memberikan perintah pemotongan 30 persen dana yang diterima dari setiap masjid.

Meskipun demikian, majelis hakim yang diketuai Isnurul Syamsul Arif menolak pledoi Silmi karena tidak berdasarkan fakta persidangan.

Majelis hakim mengeluarkan putusannya berdasarkan pertimbangan tuntutan jaksa tanpa adanya permintaan untuk pengembangan penyidikan terhadap keterlibatan pihak lainnya.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019