... ilmu siber itu praktis dan tidak birokratis, sehingga bekerjanya sangat cepat. Siber dapat bekerja hanya dalam hitungan detik...
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Ilmu Komputer AFBI Institute Perbanas Jakarta, Prof Richardus Eko Indrajit, mengusulkan agar aturan perundangan tentang siber dibuat fleksibel saja dan tidak bertentangan dengan aturan perundangan lainnya.

"Ilmu siber di Indonesia maupun di dunia, dasar dan standarnya sama saja, tapi dapat berkembang tergantung kreativitas para programer dan praktisinya," kata Prof Richardus Eko Indrajit pada Diskusi Siber "RUU Kamtan Siber, Tumpang Tindih, dan Rugikan Masyarakat?" di Jakarta, Rabu.

Menurut Indrajit, kalau Indonesia menerapkan undang-undang yang mengatur tentang siber, hendaknya undang-undang tersebut praktis dan fleksibel. "Kalau undang-undangnya rumit dan rigit, nanti tidak praktis dan malah bisa lebih dulu diketahui para hacker," katannya.

Kalau pemerintah ingin membuat aturan tentang siber yang lebih rigit, menurut dia, hendaknya dibuat dalam aturan teknis di bawah undang-undang misalnya peraturan pemerintah atau peraturan menteri.

Menurut Indrajit, dalam dunia siber itu isinya adalah pemangku kepentingan yang beragam. "Dalam ilmu siber itu praktis dan tidak birokratis, sehingga bekerjanya sangat cepat. Siber dapat bekerja hanya dalam hitungan detik," katanya.

"Kalau ilmu siber yang praktis dan multi pemangku kepentingan dibuat aturan yang rigit, apalagi ada rumors state centris, maka akan banyak pihak yang tidak hepi," katanya.

Eko menjelaskan, hal ini terjadi karena DPR membuat draft Rancangan Undang Undang tentang Keamanan da Pertahanan (RUU Kamtan) Siber yang tidak melihatrkan para pihak untuk didengarkan masukannya. "DPR RI membuat draft RUU Kamtan Siber seolah terburu-buru dan tudak melibatkan stakeholder," katanya.

Padahal, keamanan siber itu pemangu kepentingannya tidak hanya pemerintah tapi bisa juga lembaga swasta, dunia usaha, kelompok, maupun individu. "Dalam menjaga keamanan siber di Indonesia, ya bangsa Indonesia itu sendiri," katanya.

 

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019