Ritual berkurban umat muslim di sana dimeriahkan dengan pawai tarian hadrat dan nyanyian islami berbahasa Arab oleh puluhan pemuda, anak-anak dan orang tua berbaju koko dan gamis, mengiringi arak-arakan dua ekor kambing yang akan dikurbankan
Ambon (ANTARA) - Umat muslim di Desa Kaitetu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Senin, menggelar ritual berkurban Idul Adha 1440 Hijriyah
Kambing kurban yang telah didandani di rumah Raja Kaitetu M. Armin Lumaela sebelum diarak keliling kampung dan dikurbankan (12/8) (Shariva Alaidrus)
dengan menggelar pawai hadrat keliling kampung mengarak kambing kurban yang telah didandani.

Pantauan Antara, Senin, Kaitetu yang merupakan salah satu desa adat berpenduduk muslim Sunni di Pulau Ambon telah melaksanakan shalat Idul Adha pada 11 Agustus 2019, tapi baru melaksanakan pemotongan hewan kurban pada hari ini.

Ritual berkurban umat muslim di sana dimeriahkan dengan pawai tarian hadrat dan nyanyian islami berbahasa Arab oleh puluhan pemuda, anak-anak dan orang tua berbaju koko dan gamis, mengiringi arak-arakan dua ekor kambing yang akan dikurbankan.

Pawai hadrat dimulai dari rumah raja setempat. Mereka menjemput kambing kurban yang telah didandani dengan hiasan kalung bunga plumeria atau kamboja di tanduk dan lehernya, dan selempang kain putih melingkari tubuh oleh pemuka agama dan saniri (pemangku adat).

Baca juga: Jamaah Syatariah Tanah Datar laksanakan shalat Idul Adha hari ini

Usai dari rumah raja, iring-iringan pawai lalu menuju Rumah Soa (kelompok marga dalam strata masyarakat adat Maluku) Nukuhaly yang dalam silsilah pemerintahan adat negeri Kaitetu merupakan mata rumah keturunan penasihat raja, untuk menjemput seekor kambing kurban lainnya.

Dua ekor kambing itu adalah sedekah dari penduduk setempat. Keduanya diarak keliling kampung sebelum kemudian dibawa ke Masjid Jami Hena Lua dan Masjid kuno Wapauwe dikurbankan bersama 10 ekor sapi dan 10 ekor kambing lainnya.

Kambing yang dibawa dari rumah raja diantarkan ke Masjid Jami Hena Lua, sedangkan kambing dari Rumah Soa Nukuhaly dibawa ke Masjid Wapauwe.

Penduduk setempat ramai berkumpul memadati rute jalan yang dilewati rombongan pawai hadrat membawa kambing kurban. Mereka bersuka cita dalam kemeriahan ritual berkurban dengan ikut bertakbir dan bershalawat mengikuti ucapan para pemuka agama dan saniri.

Beberapa orang warga tampak menyisipkan lembaran uang kepada anak-anak kecil yang menarikan tari hadrat, tarian dengan gerakan melambai-lambaikan saputangan putih mengikuti iringan bunyi hentakan pukulan rebana dan senandung shalawat.

Baca juga: Kalbar salurkan bantuan sapi kurban dari Presiden

Seorang warga di Desa Kaitetu, Fatma Nukuhaly (30) mengatakan pawai hadrat mengarak kambing kurban yang telah didandani merupakan prosesi penting dalam ritual berkurban kampungnya. Kemeriahan itu selalu dinanti-nantikan oleh warga setiap kali perayaan Idul Adha.

Kemeriahan ritual berkurban yang oleh warga Kaitetu disebut dengan "lari kambing", kata Fatma, menjadi ciri khas tersendiri karena pelaksanaannya tidak hanya soal berkurban, tetapi juga ada suka cita dalam mempersembahkan kurban kepada Allah SWT.

"Biasanya kami berkurban sehari sesudah pelaksanaan shalat Idul Adha, sudah seperti itu sejak masa leluhur kami. Perayaan Idul Adha bukan hanya berkurban tapi kami semua bersuka cita karena bisa mempersembahkan kurban kepada Allah SWT," ucapnya.

Kaitetu merupakan satu dari 12 kampung berpenduduk muslim di Kecamatan Leihitu. Dipimpin oleh Raja M. Armin Lumaela, desa ini memiliki jumlah warga sekitar 3.000-an jiwa.

Selain Masjid kuno Wapauwe yang didirikan pada 1414, Kaitetu juga mempunyai gereja tertua di Pulau Ambon, yakni Gereja Immanuel yang dibangun sekitar tahun 1780 - 1781 di bawah pemerintah Eillem Beth Iacobs, kepala comtoire Hila pada masa pemerintahan Gubernur Hindia-Belanda Bernardus van Pleuren.

Baca juga: Menakar Id Kurban bagi harmonisasi masyarakat dalam kebhinekaan
Baca juga: Menakar Id Kurban bagi harmonisasi masyarakat dalam kebhinekaan

Pewarta: Shariva Alaidrus
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019