Medan (ANTARA) - Terungkap di persidangan kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan provinsi di Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara (Sumut), bahwa PT Dalihan Natolu Group (DNG) memiliki cap resmi atau stempel Dinas PUPR Sumut dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Gunung Tua, Padang Lawas Utara, Sumut.
“Saya tahu di kantor ada stempel Dinas PUPR Sumut dan UPTD Gunung Tua, dipakai untuk pengurusan berkas proyek,” kata Taufik Hidayat Lubis selaku Komisaris PT DNG ketika memberikan keterangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Rabu (15/10).
Di hadapan majelis hakim dipimpin Khamozaro Waruwu, Taufik juga mengaku bekerja sama dengan terdakwa Akhirun Piliang dan terdakwa Rayhan dalam mengurus berbagai proyek konstruksi pemerintah.
Ia menyebut perusahaan lain miliknya, PT Prima Duta dan CV Prima Duta, beberapa kali digunakan untuk memenangkan tender.
Selain soal stempel, sidang tersebut juga mengungkap adanya aliran dana miliaran rupiah kepada sejumlah pejabat dinas terkait.
Mariam selaku Bendahara PT DNG yang dihadirkan sebagai saksi menyatakan bahwa transfer uang dilakukan atas perintah langsung terdakwa Akhirun Piliang untuk memuluskan proyek-proyek pemerintah.
“Dana itu disalurkan atas perintah Direktur Utama untuk kepentingan proyek,” ujar Mariam saat menjawab pertanyaan majelis hakim.
Dalam catatan keuangan perusahaan, pada tahun 2024 tercatat transfer sebesar Rp2,3 miliar kepada mantan Kepala Dinas PUPR Sumut Mulyono.
Kemudian, uang senilai Rp7,27 miliar kepada Elpi Yanti Harahap selaku mantan Kepala Dinas PUPR Mandailing Natal. Lalu, Rp1,272 miliar kepada Ahmad Juni merupakan mantan Kepala Dinas PUPR Kota Padangsidimpuan.
Selanjutnya, lanjut dia, uang senilai Rp467 juta diberikan kepada pejabat Dinas PUPR Padanglawas Utara bernama Hendri, serta Rp1,5 miliar kepada Ikhsan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Mariam menambahkan, masih banyak pihak lain yang juga menerima dana sebagaimana tercatat dalam pembukuan perusahaan.
Hakim Ketua Khamozaro Waruwu menilai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu menindaklanjuti keterangan saksi secara mendalam.
“Perkara ini semestinya diperluas agar penerima dana juga ditelusuri. Bila perlu, penyelidikan diteruskan ke Kejaksaan Agung,” ujar Hakim Khamozaro.
Selain itu, majelis hakim juga mempertanyakan penyerahan uang tunai sebesar Rp1,3 miliar yang belum jelas penerimanya.
Ketika ditanya, terdakwa Akhirun menyebut dana tersebut merupakan pinjaman kepada rekan bernama Lunglung.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK ketika dimintai keterangan menyatakan bahwa penerima dana tersebut belum menjadi fokus pembuktian.
“Untuk poin itu belum masuk dalam ranah persidangan karena kami masih fokus pada dakwaan terhadap pemberi suap,” ujar salah satu JPU KPK ketika dimintai tanggapannya usai persidangan.
