Medan (ANTARA) - Bendahara Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Gunung Tua, Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), Sumatera Utara, Irma Wardani mengakui menerima aliran dana dari PT Dalihan Natolu Grup (DNG) dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap proyek jalan.
Irma membenarkan keterangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa dirinya menerima sejumlah uang dari Mariam selaku bendahara PT DNG.
“Iya pak, tapi itu semua atas perintah Rasuli. Dan uangnya saya serahkan ke Rasuli,” kata Irma di ruang sidang Cakra IX, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Rabu (1/10).
JPU KPK menjelaskan berdasarkan alat bukti, Irma tercatat lebih dari 15 kali menerima transfer dana sejak 2024 hingga 2025 dengan nominal bervariasi, mulai dari Rp10 juta hingga Rp200 juta. Dana itu ditransfer ke rekening staf Irma, sesuai nomor rekening yang ia berikan ke bendahara PT DNG.
“Apakah semua uang ini saksi serahkan ke Rasuli?” tanya jaksa, yang langsung dibenarkan Irma. “Iya benar,” jawabnya.
Namun di persidangan, Irma sempat membantah sebagai pihak yang menanggung seluruh kebutuhan Rasuli.
Ia menyebut sebagian kebutuhan memang ia penuhi, bahkan pernah meminjamkan uang pribadi hasil penjualan rumahnya di Tebing Tinggi.
Pernyataan itu mendapat teguran dari Hakim Ketua Khamozaro Waruwu.
“Sudahlah, jangan berkelit lagi. Seharusnya anda beruntung tidak dijadikan tersangka di perkara ini. Anda ASN, tahu kan tidak boleh menerima uang seperti ini,” kata Hakim Khamozaro.
Hakim juga mengingatkan bahwa keterangan palsu di persidangan dapat menjerat saksi sebagai pihak yang turut membantu terjadinya tindak pidana.
“Kalau rekening koran saksi diperiksa, akan ketahuan dari mana aliran uang itu. Jadi sebaiknya jujur,” tegasnya.
Sidang ini merupakan bagian dari perkara dugaan suap proyek pembangunan jalan provinsi ruas Hutaimbaru–Sipiongot dan Sipiongot–Batas Labuhan Batu yang menjerat Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun, bersama anaknya, Muhammad Rayhan Julasmi Piliang.
