Medan (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membuka surat perintah penyidikan (sprindik) baru terkait pergeseran anggaran proyek peningkatan jalan provinsi ruas Hutaimbaru–Sipiongot, Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), Sumatera Utara.
“Kasus ini masih bisa dikembangkan, tidak boleh berhenti begitu saja. Penyidikan KPK perlu membuka sprindik baru untuk mencari siapa saja yang bertanggung jawab,” kata Hakim Ketua Khamozaro Waruwu di ruang sidang Cakra IX, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Rabu (1/10).
Permintaan itu disampaikan majelis hakim saat memeriksa saksi Muhammad Armand Effendy Pohan selaku mantan Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Sumut yang juga Ketua Tim Percepatan Anggaran Daerah (TPAD).
Dalam sidang yang menghadirkan dua terdakwa, yakni Direktur Utama PT Dalihan Natolu Group Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun dan Direktur PT Rona Mora Muhammad Rayhan Dulasmi, majelis hakim menyoroti keterangan Effendy terkait rapat pembahasan anggaran.
Effendy mengaku rapat TPAD tidak pernah dihadiri penuh oleh sekitar 50 anggota, namun keputusan tetap diambil dan ditandatangani. Hakim menilai hal itu janggal.
“Kalau tidak ada kuorum, berarti bisa suka-suka. Ini menjadi akar permasalahan yang harus diusut,” tegas Khamozaro.
Hakim juga meminta JPU KPK menyita seluruh dokumen pendukung terkait penganggaran proyek jalan senilai lebih dari Rp200 miliar.
Sebab, majelis hakim menilai munculnya anggaran tanpa dokumen lengkap menyalahi prosedur.
“Bapak tahu, proyek itu sudah tayang sejak Juni. Bahkan sudah ada penentuan pemenang tender, baru kemudian tayang rencana proyek di Juli. Maka jadi pertanyaan, apa dasar TPAD menggeser anggaran,” kata Khamozaro menegur saksi.
Selain Effendy, saksi lainnya yang dihadirkan JPU KPK dalam sidang tersebut, yakni mantan Kapolres Tapanuli Selatan AKBP Yasir Ahmadi, Kepala Bappelitbang Sumut Dikky Anugerah Panjaitan, ASN Abdul Aziz Nasution, serta Bendahara UPTD Gunung Tua Irma Wardani.
