Medan (ANTARA) - Sidang pembacaan surat tuntutan terhadap Bayu Sahbenanta Perangin-angin (28), mantan anggota Unit IV Subdit III/Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut, diwarnai insiden protes keras dari pihak keluarga setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntutnya delapan tahun penjara terkait dugaan pemerasan proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) SMA/SMK tahun anggaran 2024.
Awalnya, sidang digelar di ruang Cakra VI, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Senin (29/9) sore, berjalan lancar. Namun, setelah majelis hakim menutup persidangan, suasana berubah tegang.
Ayah Bayu tiba-tiba berdiri dan melayangkan protes dengan suara keras ke arah JPU Kejagung dan Kejari Medan.
Namun, terdakwa Bayu langsung menahan dan merangkul ayahnya sambil berulang kali berkata.
“Sudah. Pak, sudah,” kata Bayu
Sementara itu, istri dan kakak Bayu menangis histeris di dalam ruang sidang.
“Di mana hati nuranimu? Anaknya masih kecil, loh,” ucap istri Bayu sambil menangis.
Saat dibawa keluar dari ruang sidang, ayah Bayu kembali mencoba memprotes namun tiba-tiba pingsan di depan ruang Cakra VII, PN Medan.
Terdakwa Bayu bersama beberapa orang kemudian mengangkat ayahnya ke tempat yang lebih aman. Kejadian ini langsung menjadi perhatian pengunjung pengadilan dan petugas keamanan.
Sementara itu, kakak Bayu yang masih berada di ruang sidang sempat melarang wartawan merekam dan mewawancarai pihak keluarga.
Beberapa awak media bahkan mengaku mendapat intimidasi agar tidak memberitakan insiden tersebut.
Jaksa Ade Putra yang dimintai tanggapan soal insiden itu memilih tidak memberikan komentar dan menyarankan wartawan menanyakan langsung kepada pihak Kejaksaan Negeri Medan.
Dalam tuntutannya, JPU meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan kepada Bayu.
“Perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 12 huruf e junto Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” kata JPU dalam sidang.
Menurut dakwaan, Bayu bersama Kompol Ramli Sembiring (DPO), mantan atasan sekaligus eks Kasubdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut, diduga memeras 12 kepala sekolah SMK penerima DAK fisik di sejumlah daerah, khususnya di Kabupaten Nias.
Skema pemerasan dilakukan dengan cara memaksa kepala sekolah menyerahkan proyek pembangunan fisik sekolah kepada pihak yang ditunjuk Ramli atau membayar fee sebesar 20 persen dari nilai anggaran proyek.
Dari praktik tersebut, Ramli dan jaringannya disebut menerima uang sekitar Rp437 juta dari para kepala sekolah. Dana DAK fisik 2024 untuk Sumatera Utara berdasarkan Perpres Nomor 76 Tahun 2023 mencapai Rp171,13 miliar, dengan Rp120,95 miliar di antaranya untuk SMK.
