Medan (ANTARA) - Tiga terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait penguasaan tanpa hak atas aset milik PT Kereta Api Indonesia (Persero) mulai diadili di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Senin (23/6). Salah satu terdakwa diketahui merupakan anak dari mantan Wali Kota Medan.
Ketiga terdakwa, yakni Johan Evandy Rangkuti, serta kakak beradik Risma Siahaan dan Ryborn Tua Siahaan (masing-masing dalam berkas terpisah).
Sidang perdana dipimpin Hakim Ketua Sarma Siregar, dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan Julita Rismayadi Purba dan Fauzan Irgi Hasibuan.
Dalam dakwaan disebutkan, terdakwa Johan Evandy Rangkuti menguasai lahan dan bangunan milik PT KAI di Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 32, Medan, yang sebelumnya pernah ditempati ayahnya, yakni almarhum Agus Salim Rangkuti saat menjabat sebagai Wali Kota Medan.
“Tanah dan bangunan tersebut tidak dikembalikan kepada PT KAI (Persero), dan dimanfaatkan secara pribadi untuk usaha warnet dan wartel sejak tahun 1997 hingga akhir 2007,” kata JPU Fauzan.
JPU Fauzan mengungkapkan, pada tahun 2010, terdakwa Johan Evandy menawarkan lahan tersebut kepada almarhum Januari Siregar dengan kompensasi sebesar Rp50 juta.
Kemudian, lanjut dia, berdasarkan dokumen tertanggal 16 November 2010, terdakwa melakukan pengalihan hak dengan ganti rugi senilai Rp200 juta atas lahan PT KAI di Jalan Durian Nomor 17, Medan, yang juga pernah ditempati ayahnya.
Dokumen tersebut ditandatangani oleh terdakwa dan Irma Rahayu Nasution sebagai pihak pertama, sementara pihak kedua adalah Januari Siregar, disaksikan Tetty Siregar dan Arnold Samosir. Dokumen legalisasi dilakukan oleh notaris Mercy Rumiris Siregar.
Perbuatan tersebut dinilai telah memperkaya diri terdakwa sebesar Rp50 juta dan menyebabkan kerugian negara senilai Rp13,5 miliar.
Terdakwa Johan Evandy dijerat dengan dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 subsider Pasal 15 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi.
Dalam berkas terpisah, JPU Julita mendakwa Risma Siahaan dan adiknya Ryborn Tua Siahaan atas penguasaan lahan PT KAI di Jalan Sutomo Nomor 11, Kelurahan Perintis, Kecamatan Medan Timur tanpa izin atau hak.
Terdakwa Risma diketahui merupakan istri dari almarhum Maringan Sitompul dan menempati aset tersebut sejak menikah pada tahun 1981.
Kedua terdakwa disebut telah menghalangi pengukuran lahan oleh petugas Kantor Pertanahan Kota Medan saat proses penerbitan sertifikat atas permohonan PT KAI.
“Setelah suami terdakwa wafat, lahan dan bangunan tersebut tidak dikembalikan kepada PT KAI (Persero),” kata JPU Julita.
Perbuatan kakak beradik itu menyebabkan kerugian negara sebesar Rp21,9 miliar dan dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 subsider Pasal 15 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2021 tentang pemberantasan korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Setelah mendengarkan dakwaan JPU, Hakim Ketua Sarma Siregar menunda persidangan dan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi, karena ketiga terdakwa menyatakan tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan) terhadap dakwaan penuntut umum.
“Sidang ditunda dan dilanjutkan pada Senin (30/6), dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi dari penuntut umum,” kata Hakim Sarma.