Medan (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatera Utara, menjatuhkan vonis satu tahun enam bulan atau 18 bulan penjara kepada terdakwa Kemurahan Waruwu selaku mantan Bendahara PUPR Kabupaten Nias Selatan (Nisel), Sumut, karena melakukan korupsi Rp290 juta.
“Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Kemurahan Waruwu dengan pidana penjara selama satu tahun enam bulan,” ujar Hakim Ketua Cipto Hosari Parsaoran Nababan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Selasa (6/5).
Selain pidana penjara, majelis hakim juga menghukum terdakwa untuk membayar denda Rp50 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana tiga bulan kurungan.
“Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2), (3) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1e KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP,” kata Cipto.
Dalam amar putusannya, majelis hakim tidak membebankan terdakwa untuk membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp290 juta, karena terdakwa sudah mengembalikan uang pengganti dan dititipkan di rekening Kejari Nias Selatan.
Hal memberatkan perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.
"Sedangkan hal meringankan terdakwa menyesali perbuatannya dan telah mengembalikan kerugian negara," jelas dia.
Setelah membacakan putusan, Hakim Ketua Cipto memberikan waktu selama tujuh hari kepada terdakwa dan JPU (Jaksa Penuntut Umum) Kejari Nias Selatan untuk menyatakan sikap atas vonis tersebut.
“Terdakwa dan penuntut umum diberikan selama tujuh hari untuk menyatakan sikap apakah mengajukan banding atau menerima vonis ini,” kata Hakim Cipto.
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan JPU Lintong Samuel, yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun empat bulan dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan.
“Perbuatan terdakwa menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp290 juta,” jelas dia.
JPU Lintong dalam surat dakwaan menyebutkan terdakwa melakukan korupsi dengan merekayasa dokumen pertanggungjawaban anggaran tahun 2018, termasuk bon fiktif BBM, ATK, dan konsumsi.
“Dana itu dicairkan melalui beberapa tahapan, lalu digunakan tanpa dokumen sah dan terdapat 141 bon BBM dan 26 bon konsumsi yang tidak pernah dibelanjakan, akibatnya negara mengalami kerugian mencapai Rp290 juta,” jelasnya.