Medan (ANTARA) - Penasihat hukum (PH) terdakwa Yenny (47), Johannes Turnip, menduga pimpinan PT Bank Mega Regional Sumatera Utara (Sumut) dan pegawai PT Kelola Jasa Artha (Kejar) Cabang Medan terlibat dalam kasus penggelapan senilai Rp8,6 miliar.
"Pimpinan Bank Mega dan PT Kejar ikut bertanggung jawab, karena diduga terlibat atas kasus yang menjerat klien kami selaku pegawai Bank Mega,” ujarnya kepada wartawan setelah membacakan pledoi di ruang sidang Cakra III, Pengadilan Negeri Medan, Senin (21/4).
Dia menegaskan pimpinan Bank Mega bertanggung jawab penuh, karena tidak adanya dasar hubungan kerja untuk melakukan aktivitas Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB) terhadap PT Kejar.
“Ada yang namanya teori agregasi dan teori kekuasaan, di mana akibat dari kesalahan surat perjanjian kerja sama dan surat perintah kerja yang tidak dibuat, itu merupakan suatu kesalahan dari korporasi atau perusahaan. Maka, ada direksi yang bertanggung jawab," tegas dia.
Lebih lanjut, Johannes menyebutkan pegawai PT Kejar bernama Irvan Rihza Pratama juga harus diproses hukum karena diduga ikut terlibat dalam kasus penggelapan ini.
"Sesuai dengan dakwaan dan setelah pembuktian yang cukup panjang, serta fakta persidangan, maka sudah selayaknya sebenarnya pegawai dari PT Kejar ditetapkan sebagai tersangka karena sudah memenuhi dua alat bukti," ujar dia.
Ia menjelaskan dua alat bukti yang sudah terpenuhi tersebut di antaranya adalah keterangan para saksi di persidangan dan adanya perbantuan dalam melakukan tindak pidana dari pegawai PT Kejar tersebut.
"Tentu kita meminta proses terhadap semua pihak, bukan hanya kepada Bank Mega dan PT Kejar. Jadi, kita pertanyakan juga pengawasan Bank Indonesia terhadap hal ini," tutur Johannes.
Menurut Johannes, dalam kasus ini kliennya yang menjabat sebagai Supervisor Centralized Network Operations Kantor Bank Mega Regional Medan menjadi tumbal. Sehingga, dia berharap majelis hakim PN Medan dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya kepada Yenny.
"Tentunya kita berharap kepada majelis hakim untuk bisa memberikan putusan yang seadil-adilnya dalam hal ini seperti pledoi yang kami sampaikan bahwa kami minta bebas. Karena ini bukan murni kesalahan terdakwa, melainkan kesalahan pimpinan Bank Mega dan PT Kejar," tutur dia.
Johannes mengklaim dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya, yaitu Pasal 374 Jo Pasal 64 KUHP tentang penggelapan dan Pasal 3 maupun 4 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tidak terbukti.
Pada intinya, substansi pledoi kita tadi berbicara bagaimana surat perjanjian kerja sama dan surat perintah kerja yang dibuat oleh PT Bank Mega Regional Sumut dan PT Kejar Cabang Medan itu tidak berdasarkan hukum atau sudah kadaluarsa.
“Sehingga, tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum atau dasar dari hubungan kerja antara PT Bank Mega Regional Sumut dan PT Kejar Cabang Medan," ujar Johannes.
Diketahui terdakwa Yenny dituntut pidana penjara selama 10 tahun oleh JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Belawan.
JPU Bastian Sihombing menilai terdakwa Yenny telah memenuhi unsur melakukan penggelapan dalam jabatan dan TPPU sebagaimana dakwaan alternatif kesatu.
“Terdakwa terbukti melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP Jo Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU,” ujar JPu Bastian Sihombing.