Tapanuli Selatan (ANTARA) - Ratusan petani di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), khususnya di Kecamatan Angkola Muaratais, terancam gagal turun tanam musim ini akibat krisis air irigasi. Kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak pada target swasembada pangan daerah yang dikenal sebagai salah satu lumbung padi di Sumatera Utara.
"Kami pastikan gagal turun tanam jika air tidak tersedia," ujar Amhar Harianja (50) kepada Antara, petani di Desa Tatengger, Kamis (10/4).
Menurutnya, seharusnya petani sudah mulai mengolah sawah kembali pasca panen Februari-Maret dan setelah Lebaran Idul Fitri 1446 H. Namun, minim nya pasokan air membuat aktivitas pertanian tidak bisa dilakukan secara optimal.
"Memang ada sebagian kecil yang sudah turun tanam, tapi itu hanya petani di pinggiran desa yang memanfaatkan aliran air gunung, itu pun sangat terbatas," lanjutnya.
Amhar juga mengungkapkan bahwa stok pupuk untuk musim tanam pertama dan kedua sudah sangat mencukupi. Namun, ketersediaan pupuk menjadi sia-sia jika tidak diimbangi dengan pasokan air.
"Kalau air tidak ada, pupuk pun tak berarti. Ini bisa berdampak serius pada ketahanan pangan kita," ungkap ayah tiga anak itu.
Ia menambahkan, kondisi ini sangat memprihatinkan di tengah upaya serius Kementerian Pertanian RI di bawah kepemimpinan Menteri Amran Sulaiman yang tengah fokus memperkuat ketahanan pangan nasional.
Menanggapi keluhan petani, Koordinator Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Muara Tais, Erwin, membenarkan bahwa sebagian besar petani di wilayah kerjanya belum dapat turun ke sawah.
"Seharusnya usai Lebaran, petani sudah mulai mengolah lahan. Namun, jaringan irigasi belum normal, sehingga pasokan air sangat terbatas," kata Erwin.
Ia menjelaskan, berdasarkan penelusuran terbaru pihaknya, sedimentasi menjadi penyebab utama tersendat nya aliran air pada jaringan sekunder Daerah Irigasi (DI) Paya Sordang.
"Di Angkola Muaratais saja, ada lebih dari 500 hektare sawah yang bergantung pada suplai air dari Pintu Kiri DI Paya Sordang. Jika ditambah wilayah lain seperti sebagian Batang Angkola, totalnya bisa mencapai seribuan hektare," jelasnya.
Lebih jauh, Amhar Harianja, juga berharap pemerintah diminta segera turun tangan untuk mempercepat normalisasi jaringan irigasi, agar krisis air ini tidak berdampak lebih luas terhadap produksi pangan dan kesejahteraan petani di Tapsel.