Banjir yang melanda beberapa kabupaten/kota di Aceh pada Oktober  2024 berdampak buruk bagi masyarakat secara umum. Banjir dan tanah longsor mengakibatkan beberapa ruas jalan terputus sehingga transportasi barang dan jasa menjadi terganggu. 

Perkampungan, kebun-kebun dan lahan pertanian terendam banjir  dan berakibat kurang baik bagi perekonomian masyarakat.  Aceh Tenggara, Aceh Selatan,  Subulussalam dan Aceh Singkil sepertinya rutin menjadi pelanggan banjir setiap tahunnya.

Tentu tidak bisa hujan yang disalahkan, tetapi hujan menjadi salah satu pemantik atas bencana banjir itu terjadi. Ada faktor penyebab lainnya berkaitan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup  yang cenderung semakin menurun kualitasnnya serta konversi hutan menjadi lahan-lahan kebun jadi pemicu berikutnya. 

Pengalaman pribadi penulis saat bertugas sebagai Camat di Kecamatan Trumon Timur Aceh Selatan, banjir rasanya masalah terberat yang dialami. Banjir kiriman ini merupakan hal yang sulit ditangani dan buktinya selalu dan terulangi hingga saat ini. 

Bagaimana tidak hampir disetiap penghujung tahun bencana ini terus terjadi dan belum ada solusi.  Masih dalam experience kami, takkala hujan dengan intensitas tinggi dan dalam waktu yang lama maka kami coba komunikasi dengan kontak person tentang situasi dan kondisi  di Gelombang Kota Subulussalam. 

Bila banjir di Gelombang dan sekitarnya maka meluap dan akan memasuki wilayah Trumon Timur Kabupaten Aceh Selatan. Bila air sudah melewati tiang besi di tengah sungai (krueng)  Gelombang wilayah Daerah Alirah Sungai (DAS) Alas-Singkil tersebut dipastikan 6 jam kemudian air limpahan memasuki wilayah kecamatan Trumon Timur Aceh Selatan. 

Alur banjir limpahan atau kiriman ini dimulai dengan memasuki gampong Kapa Seusak selanjutnya Gampong Titi Poben dan Alue Bujok  selanjutnya banjir masuk Gampong Seunebok Pusaka  dan sedikit mengenai  Gampong Pinto Rimba Kecamatan Trumon Timur. 

Selanjutnya air mulai bergerak menuju kecamatan Trumon Tengah masuk ke gampong Lhok Raya biasanya bertahan sampai tiga hari selanjutnya bermalam tiga hari di gampong Cot Bayu dan Padang Harapan. 

 

Berikutnya terjadi tekanan dari bagian hulu dan hilir Sungai (krueng) Trumon maka limpahan banjir menuju gampong  Ladang Rimba dan merendam wilayah ini  tiga sampai lima hari sehingga transportasi jalan negara Tapaktuan – Medan putus total.  Selanjutnya banjir berakhir di gampong Keude Trumon dan menuju  laut. Begitulah alur dan budaya banjir disalah satu sudut bagian hilir wilayah  DAS Alas-Singkil .

Dari fakta yang terjadi ternyata  banjir  wilayah DAS Alas-Singkil dan Wilayah DAS Baru-Kluet tersebut telah mengalami rusak dan kritis. Kondisi ini tentu saja tidak dapat dibiarkan begitu saja dan bila hanya penanganan secara parsial tentu tidak akan selesai namun upaya secara komprehensif dan Tindakan nyata agar masalah dapat diselesaikan dengan baik.

Saya Kembali dengan pengalaman saat terjadi banjir. Warga saat banjir tentu akan menyelamatkan diri dan keluargannya. Selain menyelamatkan barang-barang  baik dipindahkan ke tempat lain atau ke tempat yang lebih tinggi. 

Sebagian ada yang pindah ke rumah tetangga akibat rumahnya masih tergenang air dan Sebagian tetap bertahan sembari menunggu air surut. Banjir juga mengenangi kebun-kebun palawija dan holtikultura, jangung, cabe,  sayuran dan mengenagi areal kebun-kebun sawit warga. Belum lagi sekolah harus libur, dan sejumlah penyakit akan muncul pasca banjir. Itulah Sebagian dari dampak bencana banjir  yang dirasakan warga. 

Ternyata banjir bagi warga tidak hanya sebatas mengungsi dan mengamankan barang-barang rumah tangga saja, tapi berdampak buruk bagi pendapatan warga yang umumnya petani. Tanaman sawit yang terendam maka bunganya busuk dan menjadi tidak produktif. 

Demikian juga tanaman lainnya akan mati warga harus menunggu empat bulan kedepan untuk panen Kembali. Selanjutnya dalam masa menunggu tersebut kebanyakan warga banting stir. jadi tukang bangunan, dan kerja-kerja pada sector non formal  lainnya. 
 

Pada era tahun  80-an kami sangat jarang atau sama sekali tidak mendengar dan melihat adanya bencana banjir di wilayah Trumon. Diberberapa gampong seperti  Gampong Seunebok Pusaka, Lhok Raya, Cot Bayu dan Padang Harapan yang merupakan eks Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) yang telah menjadi desa definitif. 

Bisa jadi wilayah-wilayah ini dulunya sebagai penampung banjir limpahan kiriman Krueng Singkil kemudian mengalir ke laut. Namun karena sudah menjadi pemukiman dalam rangka menyukseskan program pemerataan penduduk untuk menekan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan maka wilayah ini dibuka menjadi pemukiman baru. 

Para calon kepala daerah pada semua wilayah DAS di Provinsi Aceh agar issu banjir dan lingkungan hidup lainnya menjadi arus utama dan penting dimasukkan dalam rencana pembangunan.  Tidak boleh abai karena ancaman kegagalan pelaksanaan program tidak dapat berjalann ketika beragam bencana alam dan lingkungan hidup itu terjadi. 

Tidak mudah menyelesaikan masalah bencana banjir namun yang pasti masalah banjir harus dan wajib selesaikan dengan cepat agar masyarakat tidak terus miskin.  Karenanya kolaborasi lintas pemerintah daerah  dan dukungan pemerintah pusat melalui berbagai satuan kerja terkait untuk segera menyelesaiakannya. Kesempatan yang baik ada dihadapan mata. Momentum pemerintahan baru Prabowo-Gibran masalah penyelesaian banjir wajib didorong menjadi salah satu program strategis nasional. @Semoga

(Penulis adalah Kadis LH Kabupaten Aceh Selatan dan Mantan Camat Trumon Timur)   

Pewarta: Ir Teuku Masrizar S Hut MSi

Editor : Azhari


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024