Forum Kehutanan Daerah (FKD) Sumatera Utara meminta hukuman untuk para pelaku perdagangan satwa dilindungi maksimal sesuai Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
"Ini memang menjadi tantangan bagi peradilan kita," ujar Ketua Forum Kehutanan Daerah (FKD) Sumut Panut Hadisiswoyo di Medan, Rabu.
Akan tetapi, ketika masuk pengadilan, vonis bagi para terdakwa dianggapnya sering lebih rendah dari tuntutan.
"Misalnya, dituntut penjara dua tahun ternyata vonisnya satu tahun. Bahkan beberapa kali ada tersangka perdagangan orang utan yang hukumannya di bawah satu tahun. Saya memandang ini tidak menimbulkan efek jera," kata Panut.
Pria yang juga pendiri Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center (YOSL-OIC) itu melanjutkan, membuat beberapa pelaku mengulangi perbuatan serupa dan menjadi residivis.
Padahal, Panut menambahkan, Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya sudah mengatur hukuman pidana untuk penjual satwa dilindungi.Pasal 40 ayat (2) undang-undang tersebut menyatakan, barang siapa yang dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), yakni termasuk memperniagakan satwa dilindungi dalam keadaan hidup atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.
Terkini, di Medan, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara di Pengadilan Negeri menuntut terdakwa Ramadhani alias Dani (37) tiga tahun penjara dalam perkara perdagangan dua anak orang utan sumatera atau Pongo abelii dan denda Rp50 juta subsider enam bulan penjara.
Satu terdakwa lain dalam kasus yang sama, Reza Heryadi alias Ica, dituntut dua tahun penjara serta denda Rp50 juta subsider enam bulan kurungan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: FKD Sumut minta hukuman perdagangan satwa maksimal sesuai UU
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024