Suara evaluasi total managemen PSMS Medan terus mencuat, ini dikarenakan klub berjuluk ayam kinantan itu gagal lolos ke Liga 1. Pembina PSMS Medan Edy Rahmayadi tidak keberatan apabila ada yang ingin mengambil alih PSMS, termasuk Wali Kota Medan Bobby Nasution. 

Hanya saja Edy mengingatkan menantu Presiden Jokowi itu untuk tidak menjadikan PSMS Medan sebagai alat politik. "Kalau wali kota kepingin kelola PSMS, kelola," ujarnya di Medan, Jumat (28/1). 

Mantan Ketua Umum PSSI itu menginginkan ketika PSMS dikelola orang lain maka prestasinya harus naik, bukan malah sebaliknya. 

Baca juga: Gubernur Sumut ingatkan atlet fokus bertanding di PON Papua

Edy menegaskan, bahwa PSMS merupakan salah satu heritage, punya sejarah panjang dan prestasi di kancah persepakbolaan Indonesia, khususnya Sumut. 

Menurut dia banyak pemain nasional maupun pemain ternama dahulunya dilahirkan dari klub tersebut." Dengan syarat jangan kau hancurkan PSMS. Karena itu kebanggaan rakyat Sumut. Saya mohon itu dimengerti," katanya. 

Ia mengaku pertama kali memegang PSMS Medan saat menjabat Pangdam I/BB atau sekitar tahun 2015 lalu. Di mana saat itu terjadi dualisme kepengurusan atau managemen. 

Tak sampai di situ, banyak kendala ketika mengambil alih PSMS Medan. Sejumlah sponsor yang ingin bekerja sama dengan terpaksa undur diri, akibat adanya gugatan penggunaan logo klub, yang akhirnya harus diputuskan di pengadilan.

"Tahun 2015 PSMS ini saya ambil, paksa. Kalian tahu nggak, tahun 2015 saya sebagai apa? Pangdam. Saya Pangdam, Saya duduk kan, begini, PSMS saya ambil. Dilaporkan lah saya ke polisi segala macam," ungkapnya.

Di awal mengurusi PSMS, Edy mengaku tak sedikit dana yang ia kucurkan untuk tim kebanggaan warga Kota Medan itu.

Bahkan ia menyebut, karena PSMS sudah berstatus Perseroan Terbatas (PT), maka ia pun memiliki 51 persen saham, sisanya diberikan kepada pihak yang peduli dengan klub tersebut.

"Di awal habis Rp6 miliar, bayar ini, bayar laundry, tiket pesawat, gaji pemain," sebut Edy.

Perlahan, PSMS pun akhirnya promosi ke Liga 1 2018, setelah berhasil menjadi runner up, usai kalah dengan skor 2-3 dari Persebaya Surabaya di Final Liga 2 tahun 2017.

"Saya Pangdam masuk ke Liga 1. Berangkat saya ke Jakarta. Segala macam lah. Masuk lagi ke Liga 2. Turun lagi," kata mantan Ketua Umum PSSI itu.

Upaya dirinya mengembalikan tim Ayam Kinantan ke Liga 1 musim depan gagal, meski klub memiliki materi pemain yang menurutnya layak.

Edy pun menyebut, kegagalan tersebut bukan salah dipengelolaan, tetapi kurangnya pembinaan pemain muda.

"Kemarin saya mau masuk ke Liga 1 apapun, saya bayar. Tak boleh PSMS gunakan dana APBD. PSMS itu PT sekarang. Terus siapa yang dibayar? pemain bola. Itu sekarang bayarannya Rp500 juta, Rp250 juta, Rp300 juta. Tapi kalau dihitung Ronaldo atau dihitung dengan Messi. Messi itu hitungannya sudah triliunan. Kalau mau menang, beli pemain," jelasnya.

Dan harapannya, pada kompetisi mendatang PSMS Medan bisa benar-benar promosi ke Liga 1. Tentunya kesiapan dana dan kualitas pemain menjadi kunci keberhasilan.

"Bagaimana progres ke depan, harus masuk Liga 1. Liga 2 aja butuh uang Rp 12 miliar. Orang hanya melihat Rp 12 miliar. Pertanyaan kalau Liga 1, Mul (Mulyadi Simatupang) berapa duit? Rp 25 miliar paling sedikit," pungkasnya.
 

Pewarta: Andika Syahputra

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022