Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Wilayah I Medan Edison Kurniawan mengatakan jumlah hotspot di Sumatera Utara tahun ini masih lebih sedikit jika dibanding di Provinsi Riau yang mencapai 1.540 titik, Kalimantan Barat 387 titik dan di Sumatera Selatan 138 titik.

"Namun hal ini tidak dapat diabaikan begitu saja, karena potensi hotspot (titik api) di Sumut juga akan cenderung meningkat khususnya memasuki fase musim kemarau," kata Edison, di Medan, Senin.

BMKG berharap selama musim kemarau pemerintah pusat dan pemerintah daerah saling bersinergi dalam upaya antisipasi kebakaran hutan di 8 provinsi utama di Kalimantan dan Sumatera.

Potensi tingkat bahaya kebakaran hutan dan lahan di Sumut pada bulan Juli 2019 ini umumnya tingkat bahaya kebakaran sedang hingga tinggi.

"Bahaya kebakaran tersebut untuk wilayah Deli Serdang, Humbang Hasundutan, Karo, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu, Labuhan Batu Selatan, Padang Lawas Utara, Pakpak Bharat, Serdang Bedagai, Simalungun, Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah," ujar Edison.

Ia menyebutkan, berdasarkan data satelit MODIS (TERRA-AQUA) yang dirilis selama tahun 2019 menunjukkan bahwa akumulasi jumlah hotspot di wilayah Provinsi Sumut mencapai 111 titik (dengan tingkat confidence level < 50 persen) yang tersebar di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Samosir, Kabupaten Karo, dan Kabupaten Padang Lawas.

"Jumlah ini sebenarnya masih rendah bila dibandingkan tahun 2016 yang mencapai 817 titik dan tahun 2015  sebanyak 560 titik dengan tingkat confidence level < 50 persen," ucap dia.

Edison menyebut 6 langkah dalam mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan, yakni:
1. Agar semua kementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, pemerintah kota untuk menguatkan sinergi antarinstansi. Memperkuat sinergi antarinstansi adalah hal utama yang haru dilakukan.

Hilangkan egosektoral sehingga aksi pencegahan dan pengendalian bisa lebih efektif.Serta harus proaktif dengan turun langsung ke lapangan sehingga kehadiran pemerintah dirasakan oleh masyarakat.

2. Agar proses dan penegakan hukum terus dilaksanakan, dan yang bersalah harus ditindak tegas terutama terhadap pembakar hutan dan lahan, baik sanksi administrasi, sansi pidana, maupun perdata, sehingga tidak terulang lagi.

3. Agar peristiwa kebakaran lahan gambut itu terulang lagi maka harus dilakukan perbaikan dan penataan ekosistem. Untuk itulah pemerintah membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG).

4. Pemerintah perlu menyiapkan saluran pompa air, embung, satgas, hingga posko-posko. Selain itu, patroli terpadu tetap dijalankan bersama TNI dan Polri bersama dengan BNPB/BPBD Provinsi/Kabupaten/Kota.

5. Budaya sebagian masyarakat yang masih memiliki kebiasan membakar hutan untuk ladang sepertinya harus dicari solusinya.

6. Kebakaran hutan juga dapat terjadi akibat kegiatan manusia antara lain dalam rangka membuka lahan untuk pekebunan atau karena kelalaian, tidak mematikan api unggun, dan membuang puntung rokok yang masih menyala.

"Untuk itu pemerintah agar menindak tegas terkait dengan kondisi dan keadaan tersebut," katanya.

Pewarta: Munawar Mandailing

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019