Kisruh mahalnya harga tiket pesawat hingga saat ini terus berlarut-larut. Pemerintah justru akan membuka pintu bagi maskapai asing yang ingin membuka rute penerbangan di Tanah Air. Hal tersebut dimaksudkan guna memperkaya persaingan untuk menurunkan harga tiket pesawat maskapai domestik. 

Pengaman penerbangan sekaligus mantan KSAU, Chappy Hakim, menyebutkan bahwa mengundang maskapai asing bukanlah merupakan sebuah solusi yang tepat. 

Bahkan, hal itu dapat mengganggu kepentingan nasional terutama di sektor perhubungan udara. Ia menekankan, jangan sampai nantinya maskapai asing mengeruk keuntungan dari dalam negeri. 

Terutama Indonesia merupakan ladang bisnis yang cukup basah bagi dunia penerbangan. Karena merupakan negara kepulauan yang otomatis akan sangat bergantung pada koneksi udara. Dikutip dari merdeka.com,( 15/6/19). 

Kapitalisme memandang dunia transportasi sebagai sebuah industri. Cara pandang ini mengakibatkan kepemilikan fasilitas umum transpotasi dikuasai oleh perusahaan atau swasta yang secara otomatis mempunyai fungsi bisnis, bukan fungsi pelayanan. 

Hingga hal yang wajar solusi yang ditempuh oleh pemerintah ialah membuka celah masuknya korporasi asing dalam pengelolaan sektor layananan publik. 

Sementara dalam pelaksanaan pelayanan publik negara hanya berfungsi sebagai legislator, sedangkan yang bertindak sebagai operator diserahkan kepada mekanisme pasar. 

Layanan transportasi dikelola swasta atau pemerintah dalam kaca mata komersil, akibatnya harga tiket transportasi publik mahal namun tidak disertai layanan yang memadai. 

Arim Nasim mengemukakan ada skenario dibalik mahalnya harga tiket pesawat. Pertama, untuk mengundang maskapai penerbangan asing khususnya China. Kedua, untuk membangkrutkan bandara. 

Pakar penerbangan China menyatakan, tawaran Indonesia untuk memenuhi penerbangan domestiknya akan sangat membantu keterpurukan maskapai China selama ini. 

"China telah mengandangkan 96 pesawat yang merupakan 4% dari pesawatnya. Itu merupakan kerugian besar bagi maskapai China", katanya seperti dikutip Reuters. Artinya, semua carut marut ini berkorelasi dengan upaya mendongkrak lesunya pendapatan maskapai China.

Sistem Islam Mengelola Layanan Publik 

Ada tiga prinsip sistem Islam dalam mengelola layanan publik. Pertama, prinsip bahwa pembangunan infrastruktur adalah tanggung jawab negara, bukan hanya karena sifatnya menjadi tempat lalu lalang manusia, tetapi juga telalu mahal dan rumit untuk diserahkan ke investor swasta. 

Kedua, prinsip bahwa perencanaan wilayah yang baik akan mengurangi kebutuhan transportasi. 

Sebagai contoh,  ketika Baghdad dibangun sebagai ibu kota, setiap bagian kota direncanakan hanya untuk jumlah penduduk tertentu, dan dibangun masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. 

Sebagian besar warga tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenugi kebutuhan sehari-harinya serta untuk menuntut ilmu atau bekerja, karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang standar. 

Ketiga, negara membangun infrastruktur publik dengan standar teknologi terakhir yang dimiliki. Teknologi yang ada termasuk teknologi navigasi, telekomunikasi, fisik jalan hingga alat trasportasinya itu sendiri. 

Bahkan untuk transportasi udara pun ilmuwan Muslim sudah memikirkan. Abbas Ibnu Firnas dari Spanyol melakukan serangkaian percobaan untuk terbang, seribu tahun lebih awal dari Wright bersaudara, sampai Sejarawan Phillip K. Hitti menulis dalam History of the Arab, “Ibn Firnas was the First man in history to make a scientific attempt at flying.”

Kaum muslimin telah menggunakan jenis kuda dan unta untuk menempuh perjalanan, untuk dilaut mereka juga banyak mengembangkan tekonologi kapal. 

Tipe kapal yang ada mulai dari perahu cadik kecil hingga kapal dagang berkapasitas diatas 1000 ton dan kapal perang untuk 1.500 orang. 

Pada abad 10 M, al-Muqaddasi mendaftar nama beberapa lusin kapal, ditambah dengan jenis-jenis yang digunakan pada abad-abad sesudahnya. 

Pada abad 19 Khilafah Utsmaniyah masih konsisten mengembangkan infrastruktur transportasi ini. Saat kereta apu ditemukan di Jerman, segera ada keputusan Khalifah untuk membangun jalur kereta api dengan tujuan utama memperlancar perjalanan haji. 

Musim haji adalah musim terbesar pergerakan manusia, baik yang untuk pergi hai ke Makkah maupun mudik ke kampung halaman. Di negeri-negeri Timur Tengah, libur saat lebaran haji lebih lama dan lebih meriah dari Idul Fitri (karena ada hari Tasyrik). 

Maka solusi yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah menata ulang basis pengelolaan transportasi. Tidak boleh dikelola dari aspek bisnis. Tidak boleh dikelola dengan tata cara muamalah yang melanggar aturan Islam. 

Negara harus mengelolanya dalam rangka melayani kebutuhan rakyatnya. Sehingga bisa saja bahkan digratiskan. Seperti yang pernah dilakukan pada masa Khilafah Utsmaniyah.

Lebih hebatnya lagi pada tahun 1900 M, Sultan Abdul Hamid II mencanangkan proyek “Hejaz Railway”. Jalur kereta yang terbentang dari Istabul ibu kota Khilafah hingga Makkah, melewati Damaskus, Jerusalem dan Madinah. 

Di Damaskus jalus ini terhubung dengan “ Baghdad Railway”, yang rencananya akan terus ke timur menghubungkan seluruh negeri Islam lainnya. Proyek ini diumumkan ke seluruh dunia Islam, dan umat berduyun-duyun berwakaf. 

Dalam Negara Islam, prinsip pengelolaan transportasi adalah untuk memenuhi kebutuhan publik. Bukan mengambil keuntungan. Sehingga perhitungan biaya operasional dihitung untuk menutup BEP (Break Event Poin) saja. 

Jika BEP sudah tercapai, maka dimungkinkan untuk operasional selanjutnya, bahkan bisa digratiskan. Hal ini karena dalam menjalankan sarana transportasi, infrastruktur yang terlibat semuanya adalah milik publik. 

***Penulis adalah Pegiat Literasi Islam dan Jurnalis Muslimah Medan

Pewarta: Rindyanti Septiana S.Hi

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019